Allah Apa Kata Mu
Pada dasarnya setiap manusia pasti menginginkan
bisa hidup tenang, bahagia, serta tidak ada konflik batin, seperti
kecemasan, kekhawatiran dan takut dalam hidup. Itu semua adalah hal yang sangat
diinginkan oleh semua orang, tapi sayangnya, bagi beberapa orang, hal itu
merupakan sesuatu yang paling sulit untuk diraih.
Kebanyakan dari kita, seringkali mencemaskan
segala sesuatu yang terkait dengan rezeki dan keinginan-keinginan duniawi kita
yang belum tercapai. Tidak ada yang salah dengan mempunyai keinginan, karena
itu dapat membuat kita termotivasi untuk berusaha, berikhtiar mendapatkannya.
Tetapi yang sering membawa kita pada kekecewaan adalah, disaat usaha kita tidak
membuahkan hasil/gagal. Ini salah satu yang menjadi penyebab konflik batin yang
menyebabkan ketidakbahagiaan
Kita
harus menyadari bahwa hidup kita kadang berada di atas dan kadang berada di
bawah. Dalam hidup ini, kadang kita bisa meraih apa yang kita inginkan, dan
kadang kita tidak bisa meraihnya. Kadang berhasil dan kadang mengalami kegagalan.
Tidak ada seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi pada dirinya esok
hari, satu jam kemudian atau semenit kemudian. Sebagai manusia, kita hanya bisa
berusaha, berikhtiar, berdoa disertai dengan tawakal kepada Allah SWT. Dalam
berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, sebaiknya kita berusaha dan
ikhtiar sebaik mungkin, namun tetap menyerahkan segala hasil dari usaha yang
kita lakukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang berhak menentukan,
Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah SWT Maha tahu apa yang
paling baik dan paling cocok untuk kita.
Dia-lah
yang berhak menentukan segalanya, karena setiap kejadian, apakah itu kejadian
baik atau buruk yang menimpa segenap insan di bumi ini, merupakan bagian dari
skenario Allah SWT dan semuanya sudah tertuang dalam Lauhil Mahfuzh.
Perhatikan firman-Nya berikut ini: “Dan kami pasti akan menguji kalian
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa
innaa ilaihi raaji’uun” (sungguh, kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami
kembali), Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
Al-Baqarah (2) : 155-157).
Allah
menciptakan langit dan bumi beserta isinya, semuanya tentu mengandung hikmah
dan tidak ada yang sia-sia. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tidak menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah (hanya sia-sia
saja). Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka…”
(Ash-Shaad [38] : 27).
Begitu
juga disaat Allah memberikan manfaat (kebaikan) atau suatu kesulitan (musibah)
pada seseorang, tentunya hal ini juga pasti mengandung hikmah didalamnya. Untuk
itu kita harus selalu berhusnuzhan (berprasangka baik) terhadap segala
sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada para hamba-Nya, agar kita termasuk
orang-orang yang beruntung.
Pernahkah
teman-teman merasa kecewa dengan hasil akhir yang Allah berikan? Sebagai
manusia yang memiliki naluri atau perasaan, itu wajar-wajar saja. Hanya saja
yang terpenting jangan sampai kekecewaan itu menjadikan kita berburuksangka
terhadap ketentuan takdir Allah, karena Allah yang memiliki diri kita, sangat
tahu apa yang paling baik dan apa yang paling cocok untuk kita.
Dalam
keadaan yang bagaimanapun, kita tidak boleh berburuksangka terhadap segala
ketentuan takdir-Nya. Karena berburuk sangka merupakan sikap orang-orang
jahiliyah, yang merupakan bentuk kekufuran. Perhatikan dengan seksama firman
Allah SWT berikut ini: “Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah
menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari
pada kamu sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri
mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti
sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak
campur tangan) dalam urusan ini?.” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu
seluruhnya di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang
tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan
dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga)
ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang
ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha
Mengetahui isi hati”. (Ali-Imran [30: 154) Jadi, sedapat mungkin
dalam setiap masalah, sebaiknya kita selalu berbaiksangka kepada
Allah SWT.
Manusia
memang boleh berharap dan berencana tentang apa saja, tetapi Allah jugalah yang
menentukan hasil akhirnya. Ini berlaku bagi siapa saja. Oleh karena itu, apapun
yang kita usahakan dan harapkan, tetap harus ada ruang yang kita sediakan untuk
Allah. Sebuah ruang gelap, yang merupakan ruang keyakinan kita terhadap segala
kehendak Allah, yang benar-benar berada di luar kuasa dan jangkauan kita. Yang
mana dalam ruang keyakinan ini, kita hanya bisa menyikapinya dengan cara
berdoa, berharap dan bertawakal kepada-Nya.
Seseorang
mukmin yang meyakini Allah sebagai Tuhannya, harus meyakini bahwa Allah
lah yang menentukan usia, rezeki, jodoh dan segala ketetapan lain atas dirinya,
termasuk datangnya musibah atau kekecewaan. Namun kadang kita mengeluh
dan tidak menyukai ketetapan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan kita.
Perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: ”…. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui” (QS Al Baqarah {2] : 216)
Dan
perhatikan juga firman Allah SWT yang lain: ”.…..karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS.
An Nissa [4] : 19)
Perhatikan
juga sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Sungguh, amat mengagumkan keadaan
orang mukmin itu, karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia
mendapat nikmat (kebahagiaan), dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan
baginya. Dan bila ditimpah musibah, dia bersabar, maka itu menjadi kebaikan
baginya.” (HR. Muslim).
Orang
bijak berkata bahwa hidup adalah rangkaian ikhtiar demi ikhtiar yang tidak
selalu berujung dengan kesenangan atau keberhasilan. Karena perjalanan hidup
memang tidak selalu mulus sesuai dengan harapan kita. Malah hidup itu
sendiri merupakan perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Dunia dengan
segala godaannya yang memikat hati adalah tempat masalah, Dan dunia ini
adalah tempat iman kita diuji dengan kesulitan atau kemudahan, dengan kebaikan
atau keburukan, hingga Allah mengetahui siapa yang benar-benar berjihad
dan bersabar di jalan-Nya, seperti tertulis dalam firman-Nya: ”Dan
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu”. (QS. Muhammad [47] : 31)
Dan
firman-Nya dalam ayat yang lain: ”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk [67]: 2)
Perhatikan
juga firman Allah SWT berikut ini: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah
datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.” (QS. Al Baqarah [2]: 214).
Dalam
hal ini Rasulullah SAW pernah menggambarkan tingkatan ujian sebagai
berikut: ”Tingkat berat-ringannya ujian, disesuaikan dengan kedudukan
manusia itu sendiri. Orang yang paling berat menerima ujian adalah para Nabi,
kemudian orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara
bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya. Jika ia
sangat kukuh kuat dalam agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat
ketaatan kepada agamanya. Demikian bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan
kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa
apapun.” (HR. Tirmidzi)
Sebagai
manusia biasa, mungkin kita pernah mengalami saat kita merasa tidak kuat
lagi menahan beban masalah, dimana kita rasakan semuanya sangat berat, semua
jalan terasa buntu dan tidak ada harapan lagi. Saat kita sedang dalam keadaaan
tidak kuat inilah kita harus ingat dan kita harus yakin, bahwa Allah
tidak akan membebani seseorang di luar batas kesanggupannya (QS.Al
Baqarah [2]: 286). Ini adalah firman dan jaminan Allah, dan semua firman dan
jaminan dari Allah pasti benarnya. Jadi tidak akan pernah ada dalam
hidup manusia, beban persoalan yang over dosis.
Ketahuilah,
kadang justru disaat kita hampir merasa tidak sanggup, saat kita berada
puncak kegentingan, disaat kita merasa sudah benar-benar tidak berdaya
menghadapi badai topan ujian yang sangat berat. Maka biasanya kepasrahan
total atau ketergantungan yang tulus akan lahir dalam diri kita, dimana tidak
ada sandaran, tempat bergantung dan berharap selain Allah. Maka pada saat
itu pula lah kita akan benar-benar tawakal berserah diri kepada Allah.
Dan pertolongan Allah selalu menyertai orang-orang yang tawakal.
Perhatikan
firman Allah SWT berikut ini: “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah
orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi
pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari
Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin
bertawakal” (QS. Ali Imran [3]: 160)
Karena
itu, usahakanlah untuk selalu berbaiksangka terhadap segala ketentuan-Nya.
Bukankah kita bisa dengan mudahnya berbaiksangka menerima ketentuan-Nya
yang baik-baik dan yang menyenangkan kita? Sebaliknya, kitapun harus dengan
mudah berbaiksangka terhadap segala ketetntuan-Nya yang kurang baik atau yang
tidak menyenangkan kita. Jangan egois dan hanya bisa menerima yang
baik-baik dan yang menyenangkan kita saja, karena bila demikian, itu
menunjukkan, kita masih kekanak-kanakan dan masih jauh dari kedewasaan iman.
Kesimpulan
: Ketika Allah SWT belum menjawab segala do’a yang kita inginkan. Jangan lah
kita putus asa dan seharusnya kita tetap berusaha serta berbaik sangka
kepada-Nya. Mungkin Allah SWT mempunyai waktu yang lebih tepat untuk menberikan
apa yang kita harapkan.
0 komentar:
Posting Komentar