Dunia pendidikan Indonesia, semakin hari semakin
berkembang.Namun, seperti kita ketahui, perkembangan ini tidak sepadan dengan
kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini mengakibatkan kesenjangan atau
ketimpangan di dalam masyarakat Indonesia seperti kualitas lulusan, kesenjangan
antara pendidikan kota dan desa, dan sebagainya. Selain itu, didalam pendidikan
muncul masalah yang tidak dapat terpisahkan dari pendidikan itu sendiri yang
tidak lain adalah bahwa pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi
sosial.
Seperti yang kita ketahui, stratifikasi sosial
merupakan pengelompokan terhadap suatu masyarakat kedalam kelas-kelas
tertentu.Dimana pengelompokan ini dapat memperlihatkan perbedaan status yang
ada didalam masyarakat.Scot menjelaskan
bahwa setiap sistem stratifikasi sosial akan melahirkan mitos dan rasionalnya
sendiri untuk menerangkan apa sebabnya masyarakat tertentu harus dianggap lebih
tinggi kedudukannya dibandingkan yang lain.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penyusun mencoba mendalami dan mengkaji permasalahan tersebut dalam makalah
yang berjudul “Pendidikan dan
Stratifikasi Sosial”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Stratifikasi Sosial dan
Pendidikan?
b. Sebutkan
tipe-tipe stratifikasi sosial?
c.Bagaimana hubungan antara pendidikan dengan
Stratifikasi sosial?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan
Menurut Langeveld, pendidikan adalah
setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Sedangkan menurut UUNo. 2Tahun 1989, pendidikan
merupakan usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akandatang.
Dari pegertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat diartikan pula bahwa pendidikan mempunyai fungsi atau kegunaan. Menurut
Horton dan Hunt pendidikan mempunyai dua fungsi yakni fungsi manifest dan
fungsi laten. Sebagai fungsi manifest, pendidikan dapat membantu seseorang
untuk dapat mencari nafkah. Melalui pendidikan seseorang akan mempunyai
keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari keterampilan itulah, ia
akan mampu untuk mencari nafkah. Selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai
alat untuk melestarikan kebudayaan. Sebagai fungsi laten, pendidikan berfungsi
sebagai sarana untuk memperpanjang masa ketidakdwasaan, mengurangi pengendalian
orang tua, dan sebagainya.
Pendidikan adalah suatu lembaga yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap peserta didiknya, sehingga bisa
dikatakan bahwa melalui pendidikan lah seseorang bisa memperlihatkan dan
mengembangkan kemampuannya yang kemudian akan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
2.1 Stratifikasi
Sosial
Menurut Pitirim A. Sorokin adalah
perbedaan penduduk/masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat
(hierarkis).Pitirim A. Sorokin dalam tulisan yang berjudul Sosial Stratification mengatakan bahwa sistem lapisan dalam
masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup
teratur.Sedangkan menurut Drs. Robert M.Z. Lawang stratifikasi sosial adalah
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan
prestise.
Dari pengertian para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan sebuah pengelompokan
masyarakat unuk membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang
lainnya.
R.K. Kelsell dan H.M.
Kelsell (1974 )[1],
bahwa pada suatu masyarakat merupakan suatu hal yang ditandai adanya
ketidaksamaan struktur (structured
inequality) yang tampak pada sejumlah pengaturan institusi social pada
suatu masyarakat. Stratifikasi social atau pelapisan social pada dasarnya
berbicara tentang penguasaan sumber-sumber social. Sumber social segala sesuatu
yang oleh masyarakat dipandang sebagai suatu yang berharga tetapi terbatas dalam jumlah sehingga memperolehnya diperlukan
usaha-usaha tertentu.
Terjadinya stratifikasi
social dikarenakan tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban sehingga
rasa tanggung jawab social berkurang lalu dilanjutkan adanya ketimpangan
pemilikan nilai atau harga.
Akibatnya sesama anggota
kelompok social menilai dan memilah-milah yang akhirnya tersirat dan diakui
adanya perbedaan, pada akhirnya munculah strata.Bentuk pelapisan dalam
masyarakat berbeda banyak sekali, tetapi pelapisan itu tetap ada[2].
Stratifikasi social adalah sebuah konsep yang menunjuk kan adanya perbedaan atau pengelompokan suatu kelompok
social (komunitas) secara bertingkat. Misalnya, dalam komunitas tersebut
terdapat strata tinggi,strata sedang, dan strata rendah.
Strata social rendah
meliputi keluarga ekonomi lemah: buruh tani, pedagang kecil, karyawan harian,
berpendidikan formal rendah, tempat tinggal sederhana dan kurang baik,
perhatian pada pemenuhan kebutuhan hari ini, jangkauan hari esok terbatas, anak
diarahkan segera lepas dari tanggung jawabnya, produktivitas rendah, taat,
tahan penderitaan, masukkan ke sekolah kurang bermutu atau syaratnya ringan.
Strata social menengah
bercirikan: penghasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar,
pendidikan sebagai alat kemajuan, mengandrungi masa depan lebih baik,
menyekolahkan anak dalam waktu panjang, dan sekolah bermutu tinggi.
Strata social tinggi
yakni keluarga lapisan atas, dengan cirri-ciri: kehidupan ekonomi sangat baik,
kaya raya, berwibawa, tidak khawatir ekonomi dikemudian hari, mempertahankan status,
pendidikan formal tidak dipandang sebagai alat mencapai kemajuan.
Perbedaan atau
pengelompookan ini di dasarkan pada adanya suatu simbol- symbol tertentu yang
dianggap berharga dan bernilai, baik berharga atau bernilai social, ekonomi,
poliltik, hukum, budaya, maupun dimensu lainya dalam suatu kelompok social
(komunitas). Adapun ukuran criteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar
pembentukan stratifikasi social[3].
Selain itu, didalam bukunya
Saripudin (2010: 48-50) juga mnjelaskan bahwa stratifikasi sosial mempunyi
beberapa tipe antara lain:
a.Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah
stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah
ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.Contoh
stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta
di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa.Tidak mungkin anak
keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat/
bangsawan darah biru.
b.Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah
sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah
dari satu strata/tingkatan yang satu ketingkatan yang lain. Misalnya seperti
tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya.Seseorang yang
tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi
lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih
baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga
dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran/penghasilan yang
tinggi.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran adalah gabungan dari stratifikasi sistem
terbuka dan stratifikasi sistem tertutup dimana masyarakat tersebut dapat untuk
pindah kelapisan lebih atas, namun di sisi lain dapat melakukan mobilitas
vertical dengan status sama. Contohnya dapat kita temukan pada masyarakat Bali.
Misalnya seseorang yang ber kasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di
Bali, namun apa bila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, maka ia akan
memperoleh kedudukan rendah, maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan
kelompok masyarakat di Jakarta.
Secara historis,
setidaknya terdapat 4 basis sistem stratifikasi sosial yang eksis dalam
masyarakat manusia :
Pertama,perbudakan
pada sistem seperti ini masyarakat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemilik
budak dan budak.
Kedua,kasta
bertalian dengan kepercayaan bangsa India dimana mereka percaya terhadap
reinkarnasi bahwa manusia akan dilahirkan kembali,dan setiap orang wajib
menjalani hidup sesuai dengan kastanya. Setiap mereka yang tidak menjalankan
kastanya, maka pada kehidupan mendatang akan dilahirkan kembali pada kasta yang
rendah.
Ketiga,kepemilikan
tanah, berhubung dengan sistem feodal dimana kedudukan seorang dinilai berapa
banyak yang memiliki tanah. Tanah ini merupakan hadiah atau penghargaan untuk
para raja dan bangsawan atas dukungannya terhadap raja.Keempat,kelas yakni pembagian masyarakat atas ekonomi yang
tercermin dalam gaya hidup seorang. Perlu dijelaskan di sini bahwa stratifikasi
sosial dan kelas sosial merupakan dua hal yang berbeda,tetapi sering kali
digunakan secara bergantian sehingga dalam beberapa bagian menjadi rancu.
Perubahan
sosial yang dialami masyarakat sejak zaman kemerdekaan sampai zaman revolusi
inustri selanjutnya hingga sekarang secara mendasar dan menyeluruh rela
memperlihatkan pembagian kerja dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut
direfensiasi sosial tidak hanya berarti peningkatan perbedaan status secara
horizontal maupun vertikal. Hal ini telah menarik para peritis sosiologi awal
untuk memerhatikan diferensiasi sosial (social differentiation), yang termasuk
juga stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat dalam masyarakat, ternyata
juga memiliki berbagai macam implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Status
yang diperolehnya kemudian menjadi kunci akses ke segala macam hak-hak istimewa
dalam masyarakat. Di mana pada dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil
dari rampasan dan penguasaan secara paksa oleh yang satu terhadap lainnya.
Pihak yang mendominasi dan di dominasi, pada akhirnya, merupakan sumber dan
ketidaksamaan dalam masyarakat. Beragam, argumentasi pun diajukan guna
menjelaskan ketidaksamaan ini kemudian berubah menjadi ketidakadilan.
Keberadaan
bangsa indonesia terkini, merupakan salah satu negara besar yang demokratis di
dunia setelah Amerks dan Jepang, akan sangat besar kemungkinan terjadinya
sosial berdasarkan sistem terbuka, seperti dikatakan Soekanto H.A. Tilaar (2008)[4]
mengatakan bahwa masyarakat indonesia akan menuju ke suatu masyarakat industri,
suatu masyarakat terbuka.
Keterbukaan
itu di dukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan adanya
kemudahan-kemudahan komunikasi. Keterbukaan masyarakat merupakan suatu proses
yang tidak dapat dibendung sejalan dengan berlangsungnya proses demokrasi yang melanda kehidupan manusia dewasa ini. Hal
ini terlihat benteng-benteng otokrasi rontok satu persatu karena mendapat
tekanan atas hasrat manusia untuk mewujudkan salah satu hakikat kemanusiaan nya
berupa demokrasi. Cepat atau lambat, proses ini akan muncul dan terus berlangsung.
Tempo serta intensitas proses demokrasi itu di
pengaruhi oleh beragam faktor, antara lain kehidupan politik bangsa yang
menjamin keterbukaan, seperti disyaratkan dalam UUD 1945. Wahana yang
disediakan dalam UUD itu hanya dapat berfungsi bila manui indonesia itu cukup
cerdas. Tanpa kecerdasan, tidak mungkin ia mengadakan repleksi, menganalisis
data, berfikir logis dan sistematis, serta dapat mengantisipasi kehidupan masa
depan yang lebih baik. Dengan kecerdasan, manusia dapat meningkatkan wawasannya
dan menentukan serta mempersiapkan partisipasinya dalam pembangunan masyarakat
dan bangsanya.Keterbukaan dan kebebasan merupakan dua sisi dari dari kebebasan manusia. Manusia yang bebas
adalah manusia yang terbuka, ia terbuka untuk dialog dengan sesama, dan ia
terbuka untuk dirinya sendiri. Karena itu, seorang yang bebas adalah seorang
yang berani berintropeksi untuk melihat kelebihan maupun kekurangan dirinya.
Demikian juga karena ia menyadari akan kekurangannya, dia terbuka untuk ide
yang baru dari orang lain atau dari lingkungannya.
Latar belakang munculnya stratifikasi sosial dapat
disebabkan adanya perbedaan perlakuan dan penghargaan masyarakat terhadap suatu
yang dimiliki. Setiap masyarakat memiliki suatu yang dihargai, bisa berupa
kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat, dan
lain sebagainya.
Selama manusia membedakan penghargaan terhadap
sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulan lapisan-lapisan dalam
masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seorang terhadap
sesuatu yang dihargainya, semakin tinggi kedudukan atau lapisaannya.
Sebaliknya, bagi mereka yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki
sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan/strata yang rendah.
Seorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua
atau pimpinan pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota
masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa
atau pengabdiannya seorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi,
misalnya pahlawan, pelopor,penemu, dan lain sebagainya. Dapat juga karena
keahlian dan keterampilan seorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki pasti
tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki keterampilan apa
pun[5].
Dilihat dari sumber terjadinya strtifikasi sosial,
sejumlah ahli sosial mengatakan:
a. P.A. Sorikin: stratifikasi bersumber dari distribusi atau pembagian
yang tidak sama dalam hak, pembagian tugas, kewajiban/tanggung jawab,
nilai-nilai sosial, kekuatan sosial dan pengaruh, di antara anggota masyarakat.
b. Selo Soemarjan: sumber stratifikasi sosial adalah suatu yang dihargai
tinggi/rendah oleh masyarakat, dalam hal uang, benda-benda ekonomis, ilmu, dan
lain sebagainya.
c. Max Weber: sumber-sumber strata yang berbeda brkembangnya corak hidup
yang khusus, seperti tipe pekerjaan,kharisma, dan otoritan pemilik dan/ atau
birokrasi.
d. Robbin William Jr: sistem stratifikasi sosial berpangkat pada sistem
penjenjangan dalam masyarakat[6].
Made Pidarta (2004)[7]
mengatakan bahwa ada hubungan saling memberi dan saling menerima antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan merealisasikan apa
yang dicita-citakan oleh warga masyarakat tentang pengembangan putra-putra
mereka.
Hampir tidak ada orang tua anak didik yang mampu
membina sendiri anak-anak mereka untuk dapat tumbuh dan berkembang secara
total, integratif, dan optimal. Itulah sebabnya lembaga pendidikan mengambil
alih tugas ini dengan memberi suatu yang berharga bagi masyarakat.
Untuk menentukan golongan/kelompok sosial dapat diikuti tiga metode:
Metode subjektif; merupakan stratifikasi sosial
ditentukan berdasarkan kriteria objektif antara lain: jumlah pendapat, lama
atau tinggi pendidikan, dan jenis pekerjaan.
Metode subjektif; di mana dengan menggunakan metode
ini kelompok/golongan sosial dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota
masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu
Metode reputasi; dimana metode ini dikembangkan W.I Warner. Menurut
metode ini, golongan/kelompok sosial dirumus kan berdasarkan bagaimana anggota
menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu[8].
2.3 Hierarki Kelas dan Realitas
Sosial
Suatu kelompok kelas terdiri dari orang-orang yang
memiliki kebiasaan dan nilai-nilai yang sama. Di dalam suatu kmunitas kecil,
keanggotaan dari kelas sosial cenderung memiliki organisasi-organisasi yang
sama dan menghibur satu sama lain di rumah mereka. Jika mereka tinggal di
kota-kota besar, keanggotaan mereka begitu besar yang sebetulnya sedikit dari
mereka dapat berasosiasi satu sama lain.
Bahkan, di kota-kota besar, jika anggota dari
sosial kelas yang sama menghadapi kesulitan-kesulitan, mereka segera mengatur
suatu kesepakatan yang bagus dari persamaan dalam cara hidup mereka dan
mengatur satu persamaan lain sebagai kesamaan sosial.
Keberagaman kelas sosial diatur ke dalam suatu keseluruhan struktur hierarki.
Daniel U. Levin dan Robert J. Having J. Havighugurst (1989) mengatakan:
The various social classes are organized into an overall
hierarchical structure. Most persons recognize that they occupy a position on a
social scale.
They acknowledge that there are other people and other
groups that have more.
Or less economic and political power or social prestige than their
ownggroup.Within a particular community people can rank themselves and theior
neighbor according
to power or prestige; that is, they can assign different individualsTo particular
positons on a social ladder.
Hal ini menjelaskan bahwa keberagaman kelas sosial
diatur ke dalam suatu struktur hierarki. Hampir semua orang memandang bahwa
mereka menempatkan suatu posisi dalam suatu skala sosial. Mereka mengetahui
bahwa disana terdapat orng lain atau kelompok lain yang kurang lebih kekuatan
ekonomi dan politik atau prestise sosial dari kelompok mereka sendiri.Dalam suatu komunitas tertentu, orang-orang dapat
menempatkan mereka sendiri dan tetangga mereka menurut prestise dan kekuatan
yakni mereka dapat menyetujui perbedaan individu untuk posisi terentu pada
suatu masyarakat. Semua level masyarakat besar atau kecil menunjukkan fenomena
tingkatan (rank): pemimpin masyarakat yang berprestise tinggi menempatkan pada
posisi-posisi menengah; dan yang lainnya menempatkan pada posisi bawah pada
suatu skala social.
Dalam mempelajari struktur social, para ahli sosiologi memilih untuk
menjelaskan satu atau dimensi lainnya dengan melakukan studi stratifikasi
social (social stratification). W. LIoyd Warnet, Meeker, dan Eells (1960)
meneliti tentang dinamika komunitas organisasi, yakni mereka memfokuskan pada
prestise dan bentuk-bentuk interaksi social yang mengatur kehidupan social pada
suatu komunitas.Prosedur lazim adalah ilmuwan untuk bergerak ke dalam suatu
komunitas dan hidup disana pada suatu waktu, berbicara dengan orang lain dan
mengamati kehidupan social. Peneliti memperoleh kelompok-kelompok social dan bertanya
tentang struktur social dari suatu komunitas ilmuwan social mempelajari tentang
siapa berhubungan dengan siapa, siapa yang dipertimbangkan sebagai posisi
teratas, siapa yang di bawah, dan mengapa.Secara perlahan, peneliti menunjukkan
suatu gambaran dari suatu komunitas sebagaiman dipandang atau diperspesikan
oleh anggotanya.sungguh jarang seorang
warga melihat seluruh struktur komunitas secara jelas, tetapi ilmuwan social
mengombinaskan pandangan-pandangan dari banyak orang kedalam suatu gambaran komposisi
tunggal yang memprsentasikan consensus. Gambaran ini menunjukkan
kelompok-kelompok yang mengatur dalam suatu jaringan, sebagaimana halnya pada
suatu gejala social, dari yang tertinggi (top) ke yang rendah (bottom) dalam
bentuk-bentuk dari status yang disetujui mereka oleh warga mereka. Setelah
garis-garis umum dari struktur social telah diperoleh dan posisi-posisi dari
orang tertentu telah disetujui sangat mungkin untuk menempatkan orang lain
dalam hubungannya dengan orang asli (original people). Akhirnya, mayoritas dari
populasi dapat dilokasikan pada pemetaan sosal dalam cara ini.
Metode pemetaan system social dan penemuan kelas social dari
partisipasi seorang disebut method of evaluated socisl psrticipation, sering
disingkat E.D. Pertama, dengan melakukan wawancara terhadap anggota-anggota
komunitas, garis-garis besar dari struktur social diperoleh, dan nama-nama
diperoleh dari sedikit orang yang diwawancarai setuju menempatkan posisi yang
diberikan dalam struktur.Hal ini selanjutnya dicatat bahwa dengan siapa
orang-orang tersebut berhubungan dengan klub-klub social, klik-klik social
informal, klub-klub pelayanan, asosiasi-asosiasi peribadatan, dan lain
sebagainya. Sehingga orang lain yang ditempatkan dalam hubungan terhadap
kelompok asli. Akhirnya, mayoritas populasi ditempatkan dalam cara ini.
Kebanyakan riset tentang status social atau kelas social hanya
menggunakan satu atau dua dari kemungkinan status social dalam kategori
individu dalam beberapa skala status. Satu dari sejumlah pendekatan yang
digunakan dengan menanyakan responden tentang indicator pekerjaan dan
pendidikan dengan menggunakan kategori yang di tawarkan August Hollingshead
(1857) sebagai bagian dari dua factor index dari posisi social; responden
kemudian ditempatkan dalam kategori kelas social I (high) hingga V (low).
Banyak studi lainnya, hanya menggunakan status social seperti skala North-Hatt (shoe shiner) ke-93
(supreme court justice), khususnya ketika pengukuran-pengukuran lain dari
posisi-posisi social sulit diperoleh untuk suatu sampel yang kasar. Pada
tahun-tahun terakhir, beberapa studi tentang anak-anak dari kepala keluarga
berjenis kelamin perempuan di tetangga miskin telah menggunakan pendidikan ibu
sebagai alat ukur kelas social karena informasi lainnya tidak diperoleh.
Para peneliti sering menjustifikasi dan hanya menggunakan satu atau dua
pengukuran dari status social, karena pekerjaan, pendidikan, pendapatan,
rumah/tetangga, dan variable status social lainnya hanya secara umum
dikorelasikan satu sama lain. Pendapatan adalah sebagai contoh bagian dari
fungsi pekerjaan, dan sejumlah daripada pendidikan membantu menentukan
pendapatan dan pekerjaan seseorang. Penelitian yang dilakukan Hope (1982)
mengidentifikasikan bahwa skor-skor prestise pekerjaan sebagiannya di dasarkan
pada keyakinan penghargaan ekonomi rang, yang diasosiasikan dengan suatu
pekerjaan dan nilai-nilai yang diberikan kepada masyarakat. Ahli fisika,
sebagai contoh menempatkan tingkatan (rank) yang lebih tinggi pada kedua ukuran
tersebut.Tidaklah mengherankan bila prestise pekerjaan secara signifikan
berkorelasi dengan pendapatan.
Treiman (1977) melakukan penelitian tentang studi lintas nasional,
dimana temuannya menunjukkan berikut: pertama,pekerjaan yang memiliki
prestise yang tinggi dalam suatu Negara lain, berhubungan dengan perbedaan
karakteristik dalam politik, social, dan ekonomi. Kedua,dalam lintas
Negara, terdapat hubungan/korelasi yang tinggi antara status pekerjaan dan dan
pendapatan. Ketiga, suatu standar internasional skala pekerjaan memiliki
korelasi yang tinggi dengan skor-skor dari skala-skala pekerjaan local yang
berkembang pada Negara-negara tertentu.Keempat, status pekerjaan
menunjukkan stabil sepanjang waktu.Walaupun tempat banyak perubahan dalmm
tipe-tipe pekerjaan berbeda, pekerjaan terus eksis untuk sepanjang periode
waktu pada umumnya dibawah relative sedikit perubahan dalam status.Kelima,hubungan
dekat antara pekerjaan dan pendapatan/kekayaan juga telah sangat stabil
sepanjang waktu. Misalnya, data pendapatan keterkaitan dengan perbedaan
pekerjaan di amerikat serikat, di mana pada 1776 bertalian kuat dengan data
1890, dengn data pendapatan berhubungan dengan pekerjaan di London pada 1870,
dengan data pendapatan dengan pekerjaan di inggirs pada 1888, dan dengan data
pendapatan pada Florentine pada 1427.
Hal ini penting untuk dicatat bahwa mengukur status pekerjaan dan
indicator-indikator status lainnya adalah tidak sama précis, seperti mengukur
kelas social. Terminology kelas social (social claas)merujuk pada
kelompok-kelompok besar dari sejumlah orang yang memilikipolitik dan tujuan
ekonomi dan keinginan dengan possi mereka dalam struktur social.
2.4 Hubungan
Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
Pada hakikatnya tidak ada masyarakat
tanpa kelas. Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin
bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudan dari stratifikasi sosial
adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan
ada lapisan-lapisan di bawahnya.Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial.
P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut
stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam
kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi
kemasyarakatan.
Salah satu dasar pembentuk pelapisan
sosial atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan
pelapisan sosial yaitu ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan ini erat hubungannya
dengan pendidikan.Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai
ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial
masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat
dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh
seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar
profesional seperti profesor.
Dalam berbagai studi, disebutkan
tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks
kedudukan sosialnya di dalam masyarakat.Menurut penelitian memang terdapat
korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat
pendidikan yang telah ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak
dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi. Korelasi antara
pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi karena anak dari golongan
rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi.
Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya
menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi. Orang yang berkedudukan
tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite
dan merasa termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas
dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf
mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok,tinggal digubuk kecil, tak
dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi. Ada 3
faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1.Pendapatan orangtua.
2.Kurangnya perhatian akan
pendidikan dikalangan orangtua.
3.Kurangnya minat si anak untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi.
Golongan sosial tidak hanya
berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak tetapi juga berpengaruh
terhadap jenis pendidikan yang dipilih.Tidak semua orangtua mampu membiayai
studi anaknya diperguruan tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya
mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di
perguruan tinggi. Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan
keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan
pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan
keahliannya. Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid
dari golongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas. Karena itu
sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada sekolah kejuruan.
Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan
perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih tinggi , misal
matematika, fisika dipandang lebih tinggi dari pada tata buku. Sikap demikian
bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan orangtua dan guru
yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu kepada
anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.Stratifikasi
sosial merupakan sebuah pengelompokan masyarakat unuk membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.Pendidikan dan Stratifikasi sosial
sangatlah berhubungan karena Seperti yang kita tahu
bahwa pendidikan dapat menjadi alat untuk meningkatkan status sosial
masyarakat.Namun pendidikan sendiri dapat menyebabkan stratifikasi sosial dan
membuat kesenjangan didalam dunia pendidikan semakin jelas terlihat. Seperti
kasus timbulnya label sekolah favorit dan tidak favorit. disini jelas terlihat
bahwa sekolah yang berlabel sekolah favorit cenderung dimasuki oleh orang-orang
yang berstatus sosial tinggi dan ini menunjukan bahwa peddikan yang bermutu
hanya dapat dijangkau oleh orang-orang berkelas tinggi. Sedangkan sebaliknya,
orang yang berada didalam kelas bawah mereka harus menikmati pendidikan
seadanya.
Disatu sisi kita dapat
melihat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang penting untuk masyarakat, namun
kondisi dari pendidikan itu sendirilah justru yang memperlihatkan bagaimana
stratifikasi sosial yang ada dimasyarakat dimana dalam hal ini hanya
orang-orang yang berstatus sosial tinggilah yang dapat menikmati pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kelsall R.K&Kelsall H.M.1974.social proses Aspects of modern sociolog. New York:LongMan Group
Limited p.Ix.
Syarbani, Syahriz,dkk.2002. sosiologi dan politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tilaar H.A.R.2008.Manajemen
Pendidikan Nasional.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gunawan Ary H.Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2004. Manajemen
Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution, S.2009 Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumber lain :
http://www.scribd.com/doc/stratifikasi-sosial-pola-asuh-anak,(diakses pada tanggal 15/10/2010).
http://www.roysatriadi.co.cc/2010/03/makalah-isd-stratifikasi-sosial-htm. (diakses pada tanggal
16/10/2010).
[1]
R.K. Kelsall & H.M Kelsall,social
proses:Aspects of modern sociology, LongMan Group Limited,New York,1974
p.Ix
[2]
Syahrizal Syarbani,dkk,sosiologi dan politik,(Jakarta:Ghalia Indonesia,2002),
hlm 32
[3]http://www.scribd.com/doc/stratifikasi-sosial-pola-asuh-anak,(diakses pada tanggal 15/10/2010).
[4]
H.A.R Tilaar,Manajemen Pendidikan
Nasional(Bandung: Remaja Rosdakarya,2008), hlm91-92
[5]
http://www.roysatriadi.co.cc/2010/03/makalah-isd-stratifikasi-sosial-htm.
(diakses pada tanggal 16/10/2010)
[6]
Ary H. Gunawan,Sosiologi Pendidikan,op.cit.hlm
38-39
[7]
Made Pidarta,Manajemen Pendidikan
Indonesia,(Jakarta:Rineka Cipta,2004),hlm 180-181
[8]
S.Nasution,Sosiologi Pendidikan,(Jakarta:Bumi
Aksara,2009),hlm 26
0 komentar:
Posting Komentar