This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 22 April 2016

Proses Pembaharuan Dalam Islam

1.1  Latar Belakang Masalah
Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, intuisi-intuisi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Karena terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh kaum barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan[1].
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama, faktor internal yaitu faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang benar-benar bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua, faktor eksternal adanya kontak Islam dengan kaum barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatis umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada kaum barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir. Namun bukan berarti pembaharuan Islam mengubah isi Al-Quran dan Hadits.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pembaharuan ?
2.      Bagaimana proses pembaharuan dalam Islam ?
3.      Bagaimana upaya pembaharuan di dunia Islam ?
4.      Bagaimana proses masuknya gerakan pembaharuan di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembaharuan
Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi madern. Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan Islam disebut tajdîd. Secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan dan pelakunya disebut mujaddid. Dalam pengertian tersebut, sejak awal sejarahnya, Islam sebenarnya telah memiliki tradisi pembaharuan. Sebab ketika menemukan masalah baru, kaum muslim segera memberikan jawaban yang didasarkan atas doktrin-doktrin dasar Al-Qur’an dan sunnah.[2]
Rasulullah pernah mengisyaratkan bahwa “sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang-orang yang akan memperbaiki-memperbaharui agamanya” (HR. Abu Daud). Meskipun demikian, istilah ini baru terkenal dan populer pada awal abad ke-18. tepatnya setelah munculnya gaung pemikiran dan gerakan pembaharuan Islam, menyusul kontak politik dan intelektual dengan Barat. Pada waktu itu, baik secvara politis maupun secara intelektual, Islam telah mengalami kemunduran, sedangkan Barat dianggap telah maju dan modern. Kondisi sosiologis seperti itu menyebabkan kaum elit muslim merasa perlu uintuk melakukan pembaharuan.
Dari kata tajdid selanjutnya muncul istilah-istilah lain yang pada dasarnya lebih merupakan bentuk tajdid. Diantaranya adalah reformasi, purifikasi, modernisme dan sebagainya. Istilah yang bergam itu mengindikasikan bahwa hal itu terdapat variasi entah pada aspek metodologi, doktrin maupun solusi, dalam gerakan tajdid yang muncul di dunia Islam.
Secara geneologis, gerakan pembaharuan Islam dapat ditelusuri akarnya pada doktrin Islam itu sendiri. Akan tetapi hsl tersebut mendapatkan momentum ketika Islam berhadapan dengan modernitas pada abad ke-19. Pergumulan antara Islam dan modernitas yang berlangsung sejak Islam sebagai kekuatan politik mulai merosot pada abad ke-18 yang menyita banyak energi dikalangan intelektual muslim. Kaitan agama dengan modernitas memang merupakan masalah yang pelik, lebih pelik dibanding dengan masalah-masalah dalam kehidupan lain. Hal ini karena agama dan doktrin yang bersifat absolut, kekal, tidak dapat diubah, dan mutlak kebenarannya. Sementara pada saat yang sama perubahan dan perkembangan merupakan sifat dasar dan tuntutan modernitas atau lebih tepatnya lagi ilmu pengerahuan dan teknologi.

2.2 Proses Pembaharuan Dalam Islam
 Gerakan pembaharuan Islam telah melewati sejarah panjang. Secara historis, perkembangan pembaharuan Islam paling sedikit telah melewati empat tahap. Keempatnya menyajikan model gerakan yang berbeda. Meski demikian, antara satu dengan lainnya dapat dikatakan sebuah keberlangsungan (continuity) daripada pergeseran dan perubahan yang terputus-putus. Hal ini karena gerakan pembaharuan Islam muncul bersamaan dengan fase-fase kemoderenan yang telah cukup lama melanda dunia, yaitu sejak pencerahan pada abad ke-18 sampai sekarang.[3]
Proses gerakan pembaharuan Islam itu, dapat dideskripsikan sebagai berikut:
            pertama, adalah tahap gerakan yang disebut-sebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau disebut juga revivalis awal (early revivalish). Model gerakan ini timbul sebagai reaksi atas merosotnya moralitas kakum muslim. Waktu itu masyarakat Islam diliputi oleh kebekuan pemikiran karena terperangkap dalam pola tradisi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Ciri pertama yang menandai gerakan yang bercorak revivalisme pramodernis ini adalah perhatian yang lebih mendalam dan saksama untuk melakukan transormasi secara mendasar guna mengatasi kemunduran moral dan sosial masyarakat Islam. Transformasi ini tentu saja menuntut adanya dasar-dasar yang kuat, baik dari segi argumentasi maupun kultural. Dasar yang kelak juga dijadikan slogan gerakan adalah “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw” Reorientasi semacam ini tentu saja tidak hanya menghendaki adanya keharusan untuk melakukan purifikasi atas berbagai pandangan keagamaan. Lebih dari itu, pemikiran dan praktek-praktek yang diduga dapat menyebabkan kemunduran umat juga harus ditinjau kembali. Upaya purifikasi ini tidak hanya membutuhkan keberanian kaum intelektual muslim, tetapi juga mengharuskan adanya ijtihad. Tak heran jika seruan untuk membuka embali pintu ijtihad yang selama ini diasumsikan tertutup diserukan dengan gegap gempita oleh kaum pembaharu. Ciri lain gerakan ini, adalah digunakannya konsep jihad dengan sangat bergairah. Wahhabiyah berangkali merupakan contoh yang paling refresentatif untuk menggambarkan model gerakan ini dalam realitas.
kedua, dikenal dengan istilah modernisme klasik. Di sini pembaharuan Islam termanifestasikan dalam pembaharuan lembaga-lembaga pendidikan. Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan baru. Pendidikan juga merupakan media untuk “mencetak” generasi baru yang berwawasan luas dan rasional dalam memahami agama sehingga mampu menghadapi tantangan zaman. Model gerakan ini muncul bersamaan dengan penyebaran kolonialisme dan imperialisme Barat yang melanda hampir seluruh dunia Islam. Implikasinya, kaum pembaharu pada tahap ini mempergunakan ide-ide Barat sebagai ukuran kemajuan. Meskipun demikian, bukan berarti pembaru mengabaikan sumber-sumber Islam dalam bentuk seruan yang makin senter untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Pada tahap ini juga populer ungkapan yang mengatakan bahwa Barat maju karena mengambil kekayaan yang dipancarkan oleh al-Qur’an, sedangkan kaum muslim mundur karena meniggalkan ajaran-ajarannya sendiri. Dalam hubungan ini, model gerakan melancarkan reformasi sosial melalui pendidikan, mempersoalkan kembali peran wanita dalam masyarakat, dan melakukan pembaharuan politik melalui bentuk pemerintahan konstitusional dan perwakilan. Jelas pada tahap kedua ini, terjadi kombinasi-kombinasi yang coba dibuat antara tradisi Islam dengan corak lembaga-lembaga Barat seperti demokrasi, pendidikan wanita dan sebagainya. Meski kombinasi yang dilakukan itu tidak sepenuhnya berhasil, terutama oleh hambatan kolonialisme dan imprealisme yang tidak sepenuhnya menghendaki kebebasan gerakan pembaharuan. Mereka ingin mempertahankan status quo masyarakat Islam pada masa itu agar tetap dengan mudah dapat dikendalikan.
 ketiga, gerakan pembaharuan Islam disebut revivalisme pascamodernis (posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new revivalist). Pada tahap itu kombinasi-kombinasi tertentu antara Islam dan Barat masih dicobakan. Bahkan ide-ide Barat, terutama di bidang sosial politik, sistem politik, maupun ekonomi, dikemas dengan istilah-istilah Islam. Gerakan –gerakan sosial dan politik yang merupakan aksentusi utama dari tahap ini mulai dilansir dalam bentuk dan cara yang lebih terorganisir. Sekolah dan universitas yang dianggap sebagai lembaga pendidikan modern –untuk dibedakan dengan madrasah yang tradisional- juga dikembangkan. Kaum terpelajar yang mencoba mengikuti pendidikan universitas Barat juga mulai bermunculan. Tak heran jika dalam tahap ini, mulai bermunculan pemikiran-pemikiran sekularistik yang agaknya akan merupakan benih bagi munculnya tahap berikutnya.
Sejalan dengan itu, pada tahap ini muncul pandangan dikalangan muslim, bahwa Islam di samping merupakan agama yang bersifat total, juga mengandung wawasan-wawasan, nilai-nilai dan petunjuk yang bersifat langgeng dan komplit meliputi semua bidang kehidupan. Tampaknya, pandangan ini merupakan respons terhadap kuatnya arus “pembaratan” di kalangan kaum muslim. Tak heran jika salah satu corak tahap ini adalah memperlihatkan sikap apologi yang berlebihan terhadap Islam dan ajaran-ajarannya. Di ketiga proses itulah muncul gerakan Tahap keempat yang disebut neomodernisme. Tahap ini sebenarnya masih dalam proses pencarian bentuknya. Meskipun demikian, Fazlur Rahman sebagai “pengibar bendera” neo-modernisme menegaskan bahwa gerakan ini dilancarkan berdasarkan krtik terhadap gerakan-gerakan terdahulu. Menurut Fazlur Rahman, gerakan-gerakan terdahulu hanya mengatasi tantangan Barat secara ad hoc. Karena mengambil begitu saja istilah Barat dan kemudian mengemasnya dengan simbol-simbol Islam tanpa disertai sikap kritis terhadap Barat dan warisan Islam. Dengan sikap kritis, baik terhadap Barat maupun warisan Islam sendiri, maka kaum muslim akan menemukan solusi bagi masa depannya.

2.3 Upaya Pembaharuan di Dunia Islam
Tanggapan kaum muslim terhadap kemajuan yang diberikan oleh negara barat yang sering disebut modern itu berbeda-beda. Karena tidak bisa di pungkiri lagi kemajuan Barat dalam segala bidangnya sebagai indikasi sederhana bahwa “genderang” modernisasi yang “ditabuh” di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari mata rantai dan tranmisi terhadap prestasi kemajuan yang diukir oleh dunia Barat. Baik modernisasi yang dilakukan hari ini sebagai  langkah negara barat yang ingin menguasai negara dan meyebarkan ideologinya.[4]
Sebagaimana contoh dalam pendidikan , modern dianggap sebagai  sesuatu yang asing, berlebihan dan mengancam kepercayaan agama. Kaum Muslim tidak perlu jauh-jauh dalam menemukan orang-orang Eropa yang mempunyai pendapat yang memperkuat rasa takut  mereka. Seorang penulis Inggris yaitu William Wilson Hunter berkata: “Agama-agama di Asia yang begitu agung akan berubah bagaikan batang kayu yang kering jika berhubungan dengan kenyataan dinginnya ilmu-ilmu pengetahuan Barat”.
Bagi banyak orang, kenyataan akan keungulan Eropa harus diakui dan dihadapi dari pelajaran-pelajaran yang harus diperhatikan demi kelangsungan hidup. Seperti contoh para pengusaha Muslim zaman kerajaan Utsmaniyah, Mesir dan Iran berpaling ke Barat mengembangkan program-program modernisasi politik, ekonomi dan militer yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi Eropa.
Meraka berusaha menyaingi kekuatan Barat, mengembangkan militer dan birokrasi yang modern dan piawai dan mencari ilmu pengetahuan yang menyangkut persenjataan modern. Guru-guru Eropa didatangkan, misi-misi pendidikan dikirim ke Eropa, dimana kaum Muslim belajar bahasa, ilmu pengetahuan dan politik. Biro-biro penerjemah dan penerbit didirikan untuk menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya Barat.
Generasi elite intelektual pun lahir-modern, terpelajar dan terbaratkan, keadaan inilah yang mengakibatkan perubahan tersebut, dan kelompok kecil kaum elite-lah yang melaksanakan hal ini serta merupakan pewaris utama perubahan. Hasilnya adalah sederetan reformasi militer, administrasi, pendidikan ekonomi, hukum dan sosial, yang sangat dipengaruhi dan diilhami oleh Barat untuk “Memodernkan” masyarakat Islam.
Modernisasi melalui model-model Barat yang diaplikasikan oleh penguasa Muslim terutama motivasinya adalah keinginan untuk memperkuat dan memusatkan kekuasaan mereka, bukan untuk berbagi. Akibat utama modernisasi adalah timbulnya kaum elite baru dan perpecahan umat Islam, yang tampak dalam sistem-sistem pendidikan dan hukum.
Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith), menilai reaksi modernisasi yang dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “Apologetis” terhadap Islam dari berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan misioneris. Kristen dengan menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat, dan juga modernisasi dipandang sebagai “Romantisisme” atas kegemilangan peradaban Islam yang memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam.
Akan tetapi, sesudah itu Barat bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat tersebut termasuk modernisasinya.
Dari data historis inilah nampaknya di kalangan sarjana Muslim tidak sepakat kolektif atau meminjam istilah Yusril “acapkali digunakan secara tidak seimbang dan jauh dari sikap netral”, kalau modernisasi itu dikaitkan apalagi dikatakan sesaui dengan ajaran Islam karena alasan sejarah bahwa lahirnya modernisasi pada awalnya bukan berasal dari “rahim” ajaran Islam melainkan muncul dan perkembangan keagamaan di kalangan Kristen, sehingga tidak mengherankan kalau umpamanya kalangan fundamentalis, seperti Maryam Jameelah menganggap modernisasi adalah usaha “Membaratkan” dan “Mensekulerkan” dengan menuduh tokoh modernis, seperti Afghani (1838-1897), Abduh (1849-1905) hingga Thaha Husayn sebagai agen Barat.
Demikian juga sebaliknya di kalangan tokoh-tokoh yang menyebut dirinya sebagai modernis menuduh kalangan yang menolak modernisasi sebagai “orang-orang yang dangkal dan anti intelektual, bahkan menurut kesimpulan ‘Ali Syariati  kemacetan pemikiran yang diakibatkan kalangan fundamental menghasilkan Islam dekaden”, sehingga dapat dikatakan konotasi modernisasi sangat tergantung kepada siapa yang menggunakan dan dalam konteks apa digunakan modernisasi tersebut.
Penetrasi dan Perkembangan Modernisasi di Dunia Islam Dapat dipastikan bahwa penetrasi dan perkembangan modernisasi di dunia Islam terjadi setelah adanya koneksasi dengan Barat dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Koneksasi yang diduga kuat mengilhami lahirnya modernisasi di dunia Islam dengan dikenalnya seperangkat gagasan Barat pada permulaan abad ke-XIX yang dalam sejarah Islam disebut sebagai permulaan periode modern. Koneksasi ini juga membawa fenomena baru bagi dunia Islam seperti diperkenalkannya rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya yang semuanya menimbulkan “Goncangan Hebat” bagi para pemimpin dunia Islam, bahkan diantara sebagiannya ada yang tertarik dengan gagasan yang “dihembuskan” Barat tersebut yang secara pelan-pelan mulai mempelajarinya dan pada akhirnya berubaha untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan umat Islam.










2.4 Proses Masuknya Gerakan Pembaharuan di  Indonesia
Adapun proses masuknya gerakan pembaharuan di Indonesia bisa melalui berbagai cara diantaranya [5]:
1.         Melalui peran mahasiswa, bahwa mahasiswa yang menuntut ilmu di luar negeri setelah menyelesaikan pendidikannya, maka dia mentransferkan ilmunya tersebut untuk warga masyarakat di Indonesia;
2.         Melalui jalur publikasi, yakni berupa majalah – majalah yang memuat ide – ide pembaharuan Islam bisa berasal dari luar negeri, sehingga bacaan tersebut diterjemahkan agar mudah dipahami oleh warga masyarakat di Indonesia;
3.         Melalui jalur haji dan mukim yakni tradisi pemuka agama Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Ide – ide baru yang diperoleh tak jarang kemudian mempengaruhi pemikiran serta dakwah di tanah air.















BAB III
         PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi madern.
Proses gerakan pembaharuan Islam itu, dapat dideskripsikan sebagai berikut:
pertama, adalah tahap gerakan yang disebut-sebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau disebut juga revivalis awal (early revivalish). kedua, dikenal dengan istilah modernisme klasik.
ketiga, gerakan pembaharuan Islam disebut revivalisme pascamodernis (posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new revivalist).
Adapun proses masuknya gerakan pembaharuan di Indonesia bisa melalui berbagai cara diantaranya :
Ø  Melalui peran mahasiswa
Ø  Melalui jalur publikasi
Ø  Melalui jalur ibadah haji













DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, M. Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Geerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Rajawali.
Nasution harun . 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Rahman, Faslur. 2001. Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
http://aanborneo.blogspot.co.id/2012/09/makalah-gerakan-pembaharuan.html
















[1] Asmuni, M. Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Geerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Rajawali.
[2]  Harun nasution. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
[3] Rahman, Faslur. 2001. Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.

[4] http://bigg0st.blogspot.co.id/2013/02/pembaharuan-islam_25.html
[5] http://aanborneo.blogspot.co.id/2012/09/makalah-gerakan-pembaharuan.html

Tafsir Surat Al-Qori'ah

    
Dalam tulisan yang singkat ini, kami akan menghadirkan sedikit penjelasan mengenai Tafsir Surat Al Qori’ah, tulisan kami beberapa tahun silam. Semoga bermanfaat.
Diceritakan dalam surat Al Qori’ah :
(1) Hari Kiamat, (2) apakah hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? (4) Pada hari itu manusia adalah seperti laron yang bertebaran, (5) dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (6). Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, (7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. (8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, (9) maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (10) Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (11) (Yaitu) api yang sangat panas.
Ketahuilah bahwasanya Al Qori’ah merupakan salah satu nama kiamat sebagaimana kiamat juga dinamakan Al Haqqoh dan Al Ghosiyah.
Kenapa dinamakan demikian? Karena pada saat itu hati begitu gelisah karena terkejut (takut). Kemudian Allah berfirman,’Apa itu Al Qori’ah’? Konteks kalimat ini dalam konteks kalimat tanya. Para ulama mengatakan bahwa setiap konteks kalimat seperti ini menunjukkan sangat besar dan ngerinya perkara yang disebutkan.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman (yang artinya), ’Pada hari itu manusia adalah seperti firosy yang bertebaran’.

Apa itu firosy?
Para ulama mengatakan bahwa firosy adalah binatang kecil yang beterbangan.
Tatkala ada cahaya pada malam hari binatang itu saling berdesakan dan berebutan. Binatang ini penglihatannya begitu lemah sehingga tidak tahu arah dan tujuan. Itulah gambaran keadaan manusia tatkala hari kiamat, tatkala bangkit dari kuburnya. Manusia sangat bingung, berdesak-desakan tanpa tahu arah dan tujuan.
Kemudian bagaimana keadaan gunung-gunung yang terpancang begitu kokohnya di bumi ini? Allah berfirman mengenai hal tersebut, ”dan gunung-gunung adalah seperti ’ihni yang dihambur-hamburkan”.
Para ulama mengatakan bahwasanya ’ihni di situ adalah bulu domba (shuf). Ada pula yang mengatakan bahwa ’ihni adalah kapas. Jadi ’ihni adalah suatu benda yang sangat ringan. Yang apabila diletakkan pada tangan, bulu (kapas) akan berhamburan tidak karuan. Itulah keadaan bumi pada hari kiamat nanti. Gunung-gunung akan hancur luluh sebagaimana dijelaskan pada firman Allah lainnya,
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6)
”Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. Al Waqi’ah [56] : 5-6)
Kemudian pada hari kiamat nanti Allah akan membagi manusia menjadi dua golongan.

Yang pertama adalah : yang berat timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kebaikan daripada kejelekannya.

Yang kedua adalah : yang ringan timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kejelekannya daripada kebaikannya.
Untuk golongan pertama, Allah menjanjikan kepada mereka ’berada dalam kehidupan yang diridhoi’. Masya Allah!! Semoga Allah memudahkan kita termasuk golongan yang pertama ini. Itulah balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholih. Allah menjanjikan bagi mereka kehidupan yang menyenangkan, tidak ada kesusahan, tidak ada lagi kesedihan dan rasa takut. Semua akan mendapatkan ketenangan di dalamnya yaitu hidup di surga yang kekal.
Sedangkan golongan kedua adalah golongan yang sangat menyedihkan kehidupannya. Semoga Allah menjauhkan kita darinya. Di mana golongan ini adalah golongan yang ringan timbangan kebaikannya. Dan di sini ada dua kemungkinan, bisa saja orang kafir yang tidak punya kebaikan sama sekali dan orang muslim yang lebih banyak kejelakan daripada kebaikannya. Na’udzu billahi min dzalik.
Bagaimana kondisi golongan yang kedua ini? Allah berfirman,
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9)
Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”
Apa yang dimaksud ummu dalam ayat tersebut? Ada dua tafsiran mengenai hal tersebut. Sebagian ulama menafsirkan ummu adalah tempat kembali. Padahal ummu secara bahasa berarti ibu. Kenapa disebut demikian? Karena tempat kembali seseorang adalah ibunya. Tatkala nangis pasti akan menuju ke ibunya agar redah.
Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa ummu adalah otak kepala. Maksudnya adalah seseorang akan dilemparkan di neraka dengan otaknya (kepalanya). Nas’alullahas salamah (kita memohon kepada Allah keselamatan dari hal itu). Makna keduanya bisa kita gunakan.
Kemudian apa itu Hawiyah? (Yaitu) api yang sangat panas. Dan ingatlah panasnya api neraka tidaklah sama dengan api di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”
Panas api kalian di dunia hanya 1/70 bagian dari panas api jahannam.” (HR. Bukhari).
Masya Allah!! Berarti sangat dahsyat sekali siksaan di dalamnya.
Lihatlah di sini Allah menyebut mizan (timbangan). Di akhirat kelak Allah, setiap orang bersama dengan amalan dan catatan amalnya akan ditimbang pada satu timbangan. Namun ingat walaupun di sini dikatakan yang ditimbang adalah orangnya dan amalan serta kitabnya, bukan berarti orang yang gemuk, timbangannnya akan menjadi berat.
Terdapat dalam hadits bahwa datang seorang laki-laki yang besar badannya pada hari kiamat. Di sisi Allah, tidaklah satu lengan tangannya dapat mengganti berat dosa-dosanya yang menumpuk.
Kemudian dikatakan dalam hadits lainnya bahwa bekas nampan memberi orang minum lebih berat dari gunung Uhud. Masya Allah.

Allah Apa Kata Mu

 
Allah Apa Kata Mu
Pada dasarnya setiap manusia pasti menginginkan bisa hidup tenang, bahagia,  serta tidak ada konflik batin, seperti kecemasan, kekhawatiran dan takut dalam hidup. Itu semua adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang, tapi sayangnya, bagi beberapa orang, hal itu merupakan sesuatu yang paling sulit untuk diraih.
Kebanyakan dari kita, seringkali mencemaskan segala sesuatu yang terkait dengan rezeki dan keinginan-keinginan duniawi kita yang belum tercapai. Tidak ada yang salah dengan mempunyai keinginan, karena itu dapat membuat kita termotivasi untuk berusaha, berikhtiar mendapatkannya. Tetapi yang sering membawa kita pada kekecewaan adalah, disaat usaha kita tidak membuahkan hasil/gagal. Ini salah satu yang menjadi penyebab konflik batin yang menyebabkan ketidakbahagiaan
Kita harus menyadari bahwa hidup kita kadang berada di atas dan kadang berada di bawah. Dalam hidup ini, kadang kita bisa meraih apa yang kita inginkan, dan kadang kita tidak bisa meraihnya.  Kadang berhasil dan kadang mengalami kegagalan. Tidak ada seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi pada dirinya esok hari, satu jam kemudian atau semenit kemudian. Sebagai manusia, kita hanya bisa berusaha, berikhtiar, berdoa disertai dengan tawakal kepada Allah SWT. Dalam berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, sebaiknya kita berusaha dan ikhtiar sebaik mungkin, namun tetap menyerahkan segala hasil dari usaha yang kita lakukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang berhak menentukan, Allah SWT  Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah SWT Maha tahu apa yang paling baik dan paling cocok untuk kita.
Dia-lah yang berhak menentukan segalanya, karena setiap kejadian, apakah itu kejadian baik atau buruk yang menimpa segenap insan di bumi ini, merupakan bagian dari skenario Allah SWT dan semuanya sudah tertuang dalam Lauhil Mahfuzh.  Perhatikan firman-Nya berikut ini: “Dan kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (sungguh, kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali), Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah (2) : 155-157).
Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, semuanya tentu mengandung hikmah dan tidak ada yang sia-sia. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah (hanya sia-sia saja). Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka…” (Ash-Shaad [38] : 27).
Begitu juga disaat Allah memberikan manfaat (kebaikan) atau suatu kesulitan (musibah) pada seseorang, tentunya hal ini juga pasti mengandung hikmah didalamnya. Untuk itu kita harus selalu berhusnuzhan (berprasangka baik) terhadap segala sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada para hamba-Nya, agar kita termasuk orang-orang yang beruntung.
Pernahkah teman-teman merasa kecewa dengan hasil akhir yang Allah berikan? Sebagai manusia yang memiliki naluri atau perasaan, itu wajar-wajar saja. Hanya saja yang terpenting jangan sampai kekecewaan itu menjadikan kita berburuksangka terhadap ketentuan takdir Allah, karena Allah yang memiliki diri kita, sangat tahu apa yang paling baik dan apa yang paling cocok untuk kita.
Dalam keadaan yang bagaimanapun, kita tidak boleh berburuksangka terhadap segala ketentuan takdir-Nya. Karena berburuk sangka merupakan sikap orang-orang jahiliyah, yang merupakan bentuk kekufuran. Perhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut ini:  “Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?.” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati”. (Ali-Imran [30: 154)  Jadi, sedapat mungkin dalam setiap masalah, sebaiknya  kita selalu berbaiksangka kepada Allah SWT.
Manusia memang boleh berharap dan berencana tentang apa saja, tetapi Allah jugalah yang menentukan hasil akhirnya. Ini berlaku bagi siapa saja. Oleh karena itu, apapun yang kita usahakan dan harapkan, tetap harus ada ruang yang kita sediakan untuk Allah. Sebuah ruang gelap, yang merupakan ruang keyakinan kita terhadap segala kehendak Allah, yang benar-benar berada di luar kuasa dan jangkauan kita. Yang mana dalam ruang keyakinan ini, kita hanya bisa menyikapinya dengan cara berdoa, berharap dan bertawakal kepada-Nya.
Seseorang mukmin yang meyakini Allah sebagai Tuhannya, harus meyakini  bahwa Allah lah yang menentukan usia, rezeki, jodoh dan segala ketetapan lain atas dirinya, termasuk datangnya musibah atau kekecewaan.  Namun kadang kita mengeluh dan tidak menyukai ketetapan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan kita.  Perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: ”…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al Baqarah {2] : 216)
Dan perhatikan juga firman Allah SWT yang lain: ”.…..karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS. An Nissa [4] : 19)
Perhatikan juga sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Sungguh, amat mengagumkan keadaan orang mukmin  itu, karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia mendapat  nikmat (kebahagiaan), dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan bila ditimpah musibah, dia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim). 
Orang bijak berkata bahwa hidup adalah rangkaian ikhtiar demi ikhtiar yang tidak selalu berujung dengan kesenangan atau keberhasilan. Karena perjalanan hidup memang tidak selalu mulus sesuai dengan  harapan kita. Malah hidup itu sendiri merupakan perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Dunia dengan segala godaannya yang memikat hati adalah tempat  masalah, Dan dunia ini adalah tempat iman kita diuji dengan kesulitan atau kemudahan, dengan kebaikan atau keburukan, hingga Allah mengetahui siapa yang benar-benar berjihad dan  bersabar di jalan-Nya, seperti tertulis dalam firman-Nya: ”Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”. (QS. Muhammad [47] : 31)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain: ”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk [67]: 2)
Perhatikan juga firman Allah SWT berikut ini: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah [2]: 214).
Dalam hal ini Rasulullah SAW  pernah menggambarkan tingkatan ujian sebagai berikut:  ”Tingkat berat-ringannya ujian, disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang paling berat menerima ujian adalah para Nabi, kemudian orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya. Jika ia sangat kukuh kuat dalam agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya. Demikian bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apapun.”   (HR. Tirmidzi)
Sebagai manusia biasa, mungkin kita pernah mengalami  saat kita merasa tidak kuat lagi menahan beban masalah, dimana kita rasakan semuanya sangat berat, semua jalan terasa buntu dan tidak ada harapan lagi. Saat kita sedang dalam keadaaan tidak kuat inilah kita harus ingat dan kita harus yakin, bahwa Allah tidak akan membebani  seseorang di luar batas kesanggupannya (QS.Al Baqarah [2]: 286). Ini adalah firman dan jaminan Allah, dan semua firman dan jaminan dari Allah pasti benarnya.  Jadi tidak akan pernah ada dalam hidup manusia, beban persoalan yang over dosis.
Ketahuilah, kadang justru disaat kita hampir merasa tidak sanggup,  saat kita berada puncak kegentingan, disaat kita merasa sudah benar-benar tidak berdaya  menghadapi badai topan ujian yang sangat berat. Maka biasanya kepasrahan total atau ketergantungan yang tulus akan lahir dalam diri kita, dimana tidak ada sandaran, tempat bergantung dan berharap selain Allah.  Maka pada saat itu pula lah  kita akan benar-benar tawakal berserah diri kepada Allah. Dan pertolongan Allah selalu menyertai orang-orang yang tawakal.
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal(QS. Ali Imran [3]: 160)
Karena itu, usahakanlah untuk selalu berbaiksangka terhadap segala ketentuan-Nya.  Bukankah kita bisa dengan mudahnya berbaiksangka menerima ketentuan-Nya yang baik-baik dan yang menyenangkan kita? Sebaliknya, kitapun harus dengan mudah berbaiksangka terhadap segala ketetntuan-Nya yang kurang baik atau yang tidak menyenangkan kita.  Jangan egois dan hanya bisa menerima yang baik-baik dan yang menyenangkan kita saja, karena bila demikian, itu menunjukkan, kita masih kekanak-kanakan dan masih jauh dari kedewasaan iman.
index.jpeg
Kesimpulan : Ketika Allah SWT belum menjawab segala do’a yang kita inginkan. Jangan lah kita putus asa dan seharusnya kita tetap berusaha serta berbaik sangka kepada-Nya. Mungkin Allah SWT mempunyai waktu yang lebih tepat untuk menberikan apa yang kita harapkan.

KASIH SAYANG ALLAH SWT KEPADA HAMBA-NYA

Kasih saying ALLAH pada hamba-NYA

Ada dua nama Allah yang begitu dekat di telinga kaum muslimin. Ada dua nama Allah yang begitu lekat di lisan kaum mukminin. Ada dua nama Allah yang tertera dalam lafal basmalah. Ada dua nama Allah yang menjadi bagian surat Al-Fatihah. Ada dua nama Allah yang begitu indah. Dua nama itu adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Keduanya berhubungan dengan “rahmat” (kasih sayang) Allah
Ar-Rahman: yang memiliki rahmat yang luas meliputi seluruh makhluk-Nya; wazan فعلان dalam bahasa Arab menunjukkan keluasan dan cakupan menyeluruh. Sebagaimana jika ada seorang lelaki yang marah dalam hal apa pun, dia disebut: رجل غضبان (rojulun ghodhbanun).
Ar-Rahim: nama yang menunjukkan atas perbuatan, karena فعيل bermakna فاعل .
Sifat “rahmat” (kasih sayang) Allah yang terkandung dalam kedua nama tersebut sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan Allah.
Perbedaan makna lafal “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”
Ada ulama yang mengatakan bahwa Ar-Rahman artinya Allah memberikan kasih sayang secara umum kepada seluruh makhluk-Nya di dunia, sedangkan Ar-Rahim artinya Allah memberikan kasih sayang secara khusus kepada orang-orang beriman saja di akhirat.
Selain pendapat tersebut, Syekh Khalil Harash menyebutkan pendapat lain tentang perbedaan antara makna lafal Ar-Rahman dan Ar-Rahim, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah telah membawakan pendapat bahwa Ar-Rahman menunjukkan sifat yang terkandung pada Dzat, sedangkan Ar-Rahim mennunjukkan atas keterkaitan sifat tersebut (rahmat) dengan makhluk yang dirahmati. Dengan demikian, lafal ‘Ar-Rahman’ tidak diungkapkan dalam bentuk muta’addi (perlu objek). Sementara lafal Ar-Rahim diungkapkan dengan menyebutkan objek. Allah berfirman,
وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيماً
‘… Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.’ (Q.s. Al-Ahzab: 43)
(Dalam ayat tersebut) tidak dikatakan رحمانا (Rahmanan), tetapi Allah nyatakan “رَحِيماً ” (Rahimaa). Inilah pendapat terbaik tentang perbedaan makna kedua lafal tersebut.”
Kasih sayang terhadap seluruh makhluk-Nya
Ar-rahmah al-‘ammah: Kasih sayang yang Allah berikan secara umum kepada seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali.
Sifat ini dikaitkan dengan sifat “al-‘ilmu” dalam firman Allah berikut ini,
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْماً
Wahai Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu ….” (Q.s. Ghafir/Al-Mu’min: 7)
Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Dengan demikian, rahmat (kasih sayang)-Nya juga dirasakan oleh segala sesuatu tersebut sebab Allah menggandengkan antara ilmu-Nya dan rahmat-Nya. Kasih sayang jenis ini dirasakan oleh badan selama di dunia, seperti: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya.
Kasih sayang Allah terkhusus bagi orang-orang beriman
Ar-rahmah al-khashshah: Kasih sayang Allah yang khusus diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Kasih sayang jenis ini bersifat imaniah diniah duniawiah ukhrawiah, berupa taufik untuk mengerjakan ketaatan, kemudahan dalam beramal kebajikan, keteguhan di atas iman, petunjuk menuju jalan yang lurus, serta kemuliaan dengan dimasukkan ke dalam surga dan dibebaskan dari siksa neraka.
Di akhirat kelak
Rahmat Allah bagi orang-orang kafir hanya terbatas di dunia. Dengan kata lain, tak ada rahmat sejati bagi mereka. Lihatlah keadaan mereka nantinya di akhirat,
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ
Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
(Q.s. Al-Mu’minun: 107)
Tak ada rahmat bagi mereka pada hari itu. Yang ada hanya keadilan! Allah berfirman kepada mereka,
قَالَ اخْسَؤُوا فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ
Allah berfirman, ‘Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan-Ku.’” (Q.s. Al-Mu’minun: 108)
Demikianlah kondisi orang kafir di akhirat. Lalu, bagaimana keadaan orang-orang beriman?
Di akhirat kelak, Allah akan mengkhususkan rahmat, keutamaan, dan kebaikan dari-Nya bagi orang-orang mukmin. Allah juga akan memuliakan mereka dengan ampunan dan penghapusan dosa. Saking luasnya segenap karunia itu, sampai-sampai lisan tak mampu menceritakannya dan pikiran tak mampu membayangkannya.
إن لله مائة رحمة أنزل منها رحمة واحدة بين الجن والإنس والبهائم والهوام، فيها يتعاطفون، وبها يتراحمون، وبها تعطف الوحش على ولدها، وأخر الله تسعا وتسعين رحمة يرحم بها عباده يوم القيامة
Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.”
(Muttafaq ‘alaih; dalam Shahih Bukhari no. 6104 dan Shahih Muslim no. 2725; lafal hadits ini dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Bilamana kasih sayang Allah bertambah?
Jika seorang hamba memperbanyak ketaatan dan mendekatkan dirinya kepada Rabb-nya maka bagian rahmat Allah yang diperolehnya juga akan semakin bertambah banyak.
وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan Al Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.”
(Q.s. Al-An’am: 155)
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
(Q.s. An-Nur: 56)
إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(Q.s. Al-A’raf: 56)
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَـاةَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.”
(Q.s. Al-A’raf: 156)
Hanya kepada Allah kita memohon agar –dengan rahmat-Nya– kita termasuk dalam golongan orang-orang shalih. Semoga Allah juga mencurahkan kasih sayang kepada kita, sebagaimana yang Dia limpahkan kepada kekasih-kekasih-Nya yang beriman. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahamulia lagi Maha Agung, rahmat-Nya begitu luas tak terbatas
Kesimpulan :
Apabila kita semua sebagai umat manusia ingin mendapatkan kasih sayang nya Allah SWT harus menjalankan segala macam perintahdan menjauhi segala larangan-Nya seperti menjalankan sholat dan membaca al-qur’an serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari