This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 29 September 2016

Memilih Pemimpin Non Muslim, Bolehkah?

Memilih Pemimpin Non Muslim, Bolehkah? Assalamu’alaikum wr wb Redaksi NU Online yang terhormat. Hampir setiap kali menjelang pemilihan, kerap beredar isu-isu miring yang melekat pada para calon pemimpin terutama isu-isu sensitif seperti liberal dari segi ekonomi, antek partai terlarang, rasial, atau keyakinan agama. Sedangkan sementara ini ada benar-benar orang non muslim yang menjadi pemimpin. Yang saya tanyakan, apakah kita sebagai seorang muslim boleh memilih pemimpin non muslim? Terima kasih atas keterangannya. (Abdurrahman/Jakarta) <> Jawaban Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh Penanya yang budiman. Semoga Allah merahmati kita semua. Pemimpin menempati posisi penting dalam Islam. Karena pemimpin memegang kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak mulai dari kesehatan, transportasi, tata kelola sumber daya alam, kesejahteraan, dan pelbagai kebijakan publik lainnya. Penanya yang budiman, ulama berbeda pendapat perihal memilih pemimpin dari kalangan non muslim. Misalnya Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i yang wafat di abad 8 H. Ia menyatakan dengan jelas keharaman memilih pemimpin dan juga aparat dari kalangan kafir dzimmi. وَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِي شَيْء من ولايات الْمُسلمين إِلَّا فِي جباية الْجِزْيَة من أهل الذِّمَّة أَو جباية مَا يُؤْخَذ من تِجَارَات الْمُشْركين. فَأَما مَا يجبى من الْمُسلمين من خراج أَو عشر أَو غير ذَلِك فَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِيهِ، وَلَا تَوْلِيَة شَيْء من أُمُور الْمُسلمين، قَالَ تَعَالَى: {وَلنْ يَجْعَل الله للْكَافِرِينَ على الْمُؤمنِينَ سَبِيلا} وَمن ولى ذِمِّيا على مُسلم فقد جعل لَهُ سَبِيلا عَلَيْهِ. Tidak boleh mengangkat dzimmi untuk jabatan apapun yang mengatur umat Islam kecuali untuk memungut upeti penduduk kalangan dzimmi atau untuk memungut pajak transaksi jual-beli penduduk dari kalangan musyrikin. Sedangkan untuk memungut upeti, pajak seper sepuluh, atau retribusi lainnya dari penduduk muslim, tidak boleh mengangkat kalangan dzimmi sebagai aparat pemungut retribusi ini. Dan juga tidak boleh mengangkat mereka untuk jabatan apapun yang menangani kepentingan umum umat Islam. Allah berfirman, “Allah takkan pernah menjadikan jalan bagi orang kafir untuk mengatasi orang-orang beriman.” Siapa yang mengangkat dzimmi sebagai pejabat yang menangani hajat muslim, maka sungguh ia telah memberikan jalan bagi dzimmi untuk menguasai muslim. (Lihat Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i, Tahrirul Ahkam fi Tadbiri Ahlil Islam, Daruts Tsaqafah, Qatar, 1988). Sementara ulama lain yang membolehkan pengangkatan non muslim untuk jabatan publik tertentu antara lain Al-Mawardi yang juga bermadzhab Syafi’i. Ulama yang wafat pada pertengahan abad 5 H ini memberikan tafshil, rincian terhadap jabatan. ويجوز أن يكون هذا الوزير من أهل الذمة وإن لم يجز أن يكون وزير التفويض منهم Posisi pejabat ini (tanfidz/eksekutif) boleh diisi oleh dzimmi (non muslim yang siap hidup bersama muslim). Namun untuk posisi pejabat tafwidh (pejabat dengan otoritas regulasi, legislasi, yudikasi, dan otoritas lainnya), tidak boleh diisi oleh kalangan mereka. (Lihat Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud Diniyah, Darul Fikr, Beirut, Cetakan 1, 1960, halaman 27). Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sulthoniyah menguraikan lebih rinci. Menurutnya, kekuasaan dibagi setidaknya menjadi dua, tafwidh dan tanfidz. Kuasa tafwidh memiliki cakupan kerja penanganan hukum dan analisa pelbagai kezaliman, menggerakkan tentara dan mengatur strategi perang, mengatur anggaran, regulasi, dan legislasi. Untuk pejabat tafwidh, Al-Mawardi mensyaratkan Islam, pemahaman akan hukum agama, merdeka. Sementara kuasa tanfidz (eksekutif) mencakup pelaksanaan dari peraturan yang telah dibuat dan dikonsep oleh pejabat tafwidh. Tidak ada syarat Islam, alim dalam urusan agama, dan merdeka. Menurut hemat kami, memilih pajabat eksekutif seperti gubernur, walikota, bupati, camat, lurah, atau ketua RW dan RT dari kalangan non muslim dalam konteks Indonesia dimungkinkan. Pasalnya, pejabat tanfidz itu hanya bersifat pelaksana dari UUD 1945 dan UU turunannya. Dalam konteks Indonesia pemimpin non muslim tidak bisa membuat kebijakan semaunya, dalam arti mendukung kekufurannya. Karena ia harus tunduk pada UUD dan UU turunan lainnya. Pemimpin non muslim, juga tidak memiliki kuasa penuh. Kekuasaan di Indonesia sudah dibagi pada legislatif dan yudikatif di luar eksekutif. Sehingga kinerja pemimpin tetap terpantau dan tetap berada di jalur konstitusi yang sudah disepakati wakil rakyat. Mereka seolah hanya sebagai jembatan antara rakyat dan konstitusi. Kecuali itu, sebelum menjadi pemimpin, mereka telah melewati mekanisme pemilihan calon, penyaringan ketat dan verifikasi KPU. Mereka juga sebelum dilantik diambil sumpah jabatan. Jadi dalam hal ini kami lebih cenderung sepakat dengan pendapat Al-Mawardi yang membolehkan non muslim menduduki posisi eksekutif. Di sinilah letak kearifan hukum Islam. Sedangkan ayat pengharaman memilih pemimpin non muslim sering beredar menjelang pemilihan. Sebut saja ayat berikut ini. يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ “Hai orang-orang beriman, janganlah jadikan orang-orang yang membuat agamamu sebagai olok-olok dan mainan baik dari kalangan ahli kitab sebelum kamu maupun orang kafir sebagai wali. Bertaqwalah kepada Allah jika kamu orang yang beriman.” Apakah kata “wali” yang dimaksud itu pemimpin? Penerjemahan “wali” inilah, menentukan jawaban dari yang saudara Abdurrahman pertanyakan. Imam Ala’uddin Al-Khazin menyebutkan dalam tafsirnya sebagai berikut. والمعنى لا تتخذوا أولياء ولا أصفياء من غير أهل ملتكم ثم بين سبحانه وتعالى علة النهي عن مباطنتهم فقال تعالى: لا يَأْلُونَكُمْ خَبالًا Maknanya, “Janganlah kamu jadikan orang-orang yang tidak seagama denganmu sebagai wali dan kawan karib.” Allah sendiri menjelaskan alasan larangan untuk bergaul lebih dengan sehingga saling terbuka rahasia dengan mereka dengan ayat “Mereka tidak berhenti menjerumuskanmu dalam mafsadat”. (Lihat Al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut). Pengertian “wali” di atas ialah teman dekat. Sehingga saking dekatnya, tidak ada lagi rahasia antara keduanya. Ayat ini turun dalam konteks perang. Sehingga sangat berisiko bergaul terlalu dekat dengan ahli kitab dan orang-orang musyrik dalam suasana perang karena ia dapat mengetahui segala taktik perang, pos penjagaan, dapur umum, dan segala strategi dan rencana perang yang dapat membahayakan pertahanan umat Islam. Sementara komunitas-komunitas sosial saat itu berbasis agama. Karenanya, mencermati ketarangan ulama di atas kita akan menemukan tidak sambung dan tidak tepat kalau ayat ini dijadikan dalil sebagai pengharaman atas pengangkatan calon pemimpin dari kalangan non muslim. Menurut hemat kami, kitab-kitab terjemah Al-Quran yang mengartikan “wali” sebagai pemimpin ada baiknya menelaah kembali tafsir-tafsir Al-Quran. Saran kami berhati-hatilah memilih pemimpin baik muslim maupun non muslim. Karena mereka ke depan akan mengatur hajat hidup orang banyak. Kita perlu melihat integritas calon dan track record mereka. Kami juga berharap kepada warga untuk tidak mudah terporovokasi oleh isu-isu SARA menjelang pemilihan. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bisa penjelasan kami ditangkap dengan baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu’alaikum wr. wb (Alhafiz Kurniawan) Memilih Pemimpin Non Muslim, Bolehkah? Assalamu’alaikum wr wb Redaksi NU Online yang terhormat. Hampir setiap kali menjelang pemilihan, kerap beredar isu-isu miring yang melekat pada para calon pemimpin terutama isu-isu sensitif seperti liberal dari segi ekonomi, antek partai terlarang, rasial, atau keyakinan agama. Sedangkan sementara ini ada benar-benar orang non muslim yang menjadi pemimpin. Yang saya tanyakan, apakah kita sebagai seorang muslim boleh memilih pemimpin non muslim? Terima kasih atas keterangannya. (Abdurrahman/Jakarta) <> Jawaban Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh Penanya yang budiman. Semoga Allah merahmati kita semua. Pemimpin menempati posisi penting dalam Islam. Karena pemimpin memegang kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak mulai dari kesehatan, transportasi, tata kelola sumber daya alam, kesejahteraan, dan pelbagai kebijakan publik lainnya. Penanya yang budiman, ulama berbeda pendapat perihal memilih pemimpin dari kalangan non muslim. Misalnya Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i yang wafat di abad 8 H. Ia menyatakan dengan jelas keharaman memilih pemimpin dan juga aparat dari kalangan kafir dzimmi. وَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِي شَيْء من ولايات الْمُسلمين إِلَّا فِي جباية الْجِزْيَة من أهل الذِّمَّة أَو جباية مَا يُؤْخَذ من تِجَارَات الْمُشْركين. فَأَما مَا يجبى من الْمُسلمين من خراج أَو عشر أَو غير ذَلِك فَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِيهِ، وَلَا تَوْلِيَة شَيْء من أُمُور الْمُسلمين، قَالَ تَعَالَى: {وَلنْ يَجْعَل الله للْكَافِرِينَ على الْمُؤمنِينَ سَبِيلا} وَمن ولى ذِمِّيا على مُسلم فقد جعل لَهُ سَبِيلا عَلَيْهِ. Tidak boleh mengangkat dzimmi untuk jabatan apapun yang mengatur umat Islam kecuali untuk memungut upeti penduduk kalangan dzimmi atau untuk memungut pajak transaksi jual-beli penduduk dari kalangan musyrikin. Sedangkan untuk memungut upeti, pajak seper sepuluh, atau retribusi lainnya dari penduduk muslim, tidak boleh mengangkat kalangan dzimmi sebagai aparat pemungut retribusi ini. Dan juga tidak boleh mengangkat mereka untuk jabatan apapun yang menangani kepentingan umum umat Islam. Allah berfirman, “Allah takkan pernah menjadikan jalan bagi orang kafir untuk mengatasi orang-orang beriman.” Siapa yang mengangkat dzimmi sebagai pejabat yang menangani hajat muslim, maka sungguh ia telah memberikan jalan bagi dzimmi untuk menguasai muslim. (Lihat Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i, Tahrirul Ahkam fi Tadbiri Ahlil Islam, Daruts Tsaqafah, Qatar, 1988). Sementara ulama lain yang membolehkan pengangkatan non muslim untuk jabatan publik tertentu antara lain Al-Mawardi yang juga bermadzhab Syafi’i. Ulama yang wafat pada pertengahan abad 5 H ini memberikan tafshil, rincian terhadap jabatan. ويجوز أن يكون هذا الوزير من أهل الذمة وإن لم يجز أن يكون وزير التفويض منهم Posisi pejabat ini (tanfidz/eksekutif) boleh diisi oleh dzimmi (non muslim yang siap hidup bersama muslim). Namun untuk posisi pejabat tafwidh (pejabat dengan otoritas regulasi, legislasi, yudikasi, dan otoritas lainnya), tidak boleh diisi oleh kalangan mereka. (Lihat Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud Diniyah, Darul Fikr, Beirut, Cetakan 1, 1960, halaman 27). Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sulthoniyah menguraikan lebih rinci. Menurutnya, kekuasaan dibagi setidaknya menjadi dua, tafwidh dan tanfidz. Kuasa tafwidh memiliki cakupan kerja penanganan hukum dan analisa pelbagai kezaliman, menggerakkan tentara dan mengatur strategi perang, mengatur anggaran, regulasi, dan legislasi. Untuk pejabat tafwidh, Al-Mawardi mensyaratkan Islam, pemahaman akan hukum agama, merdeka. Sementara kuasa tanfidz (eksekutif) mencakup pelaksanaan dari peraturan yang telah dibuat dan dikonsep oleh pejabat tafwidh. Tidak ada syarat Islam, alim dalam urusan agama, dan merdeka. Menurut hemat kami, memilih pajabat eksekutif seperti gubernur, walikota, bupati, camat, lurah, atau ketua RW dan RT dari kalangan non muslim dalam konteks Indonesia dimungkinkan. Pasalnya, pejabat tanfidz itu hanya bersifat pelaksana dari UUD 1945 dan UU turunannya. Dalam konteks Indonesia pemimpin non muslim tidak bisa membuat kebijakan semaunya, dalam arti mendukung kekufurannya. Karena ia harus tunduk pada UUD dan UU turunan lainnya. Pemimpin non muslim, juga tidak memiliki kuasa penuh. Kekuasaan di Indonesia sudah dibagi pada legislatif dan yudikatif di luar eksekutif. Sehingga kinerja pemimpin tetap terpantau dan tetap berada di jalur konstitusi yang sudah disepakati wakil rakyat. Mereka seolah hanya sebagai jembatan antara rakyat dan konstitusi. Kecuali itu, sebelum menjadi pemimpin, mereka telah melewati mekanisme pemilihan calon, penyaringan ketat dan verifikasi KPU. Mereka juga sebelum dilantik diambil sumpah jabatan. Jadi dalam hal ini kami lebih cenderung sepakat dengan pendapat Al-Mawardi yang membolehkan non muslim menduduki posisi eksekutif. Di sinilah letak kearifan hukum Islam. Sedangkan ayat pengharaman memilih pemimpin non muslim sering beredar menjelang pemilihan. Sebut saja ayat berikut ini. يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ “Hai orang-orang beriman, janganlah jadikan orang-orang yang membuat agamamu sebagai olok-olok dan mainan baik dari kalangan ahli kitab sebelum kamu maupun orang kafir sebagai wali. Bertaqwalah kepada Allah jika kamu orang yang beriman.” Apakah kata “wali” yang dimaksud itu pemimpin? Penerjemahan “wali” inilah, menentukan jawaban dari yang saudara Abdurrahman pertanyakan. Imam Ala’uddin Al-Khazin menyebutkan dalam tafsirnya sebagai berikut. والمعنى لا تتخذوا أولياء ولا أصفياء من غير أهل ملتكم ثم بين سبحانه وتعالى علة النهي عن مباطنتهم فقال تعالى: لا يَأْلُونَكُمْ خَبالًا Maknanya, “Janganlah kamu jadikan orang-orang yang tidak seagama denganmu sebagai wali dan kawan karib.” Allah sendiri menjelaskan alasan larangan untuk bergaul lebih dengan sehingga saling terbuka rahasia dengan mereka dengan ayat “Mereka tidak berhenti menjerumuskanmu dalam mafsadat”. (Lihat Al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut). Pengertian “wali” di atas ialah teman dekat. Sehingga saking dekatnya, tidak ada lagi rahasia antara keduanya. Ayat ini turun dalam konteks perang. Sehingga sangat berisiko bergaul terlalu dekat dengan ahli kitab dan orang-orang musyrik dalam suasana perang karena ia dapat mengetahui segala taktik perang, pos penjagaan, dapur umum, dan segala strategi dan rencana perang yang dapat membahayakan pertahanan umat Islam. Sementara komunitas-komunitas sosial saat itu berbasis agama. Karenanya, mencermati ketarangan ulama di atas kita akan menemukan tidak sambung dan tidak tepat kalau ayat ini dijadikan dalil sebagai pengharaman atas pengangkatan calon pemimpin dari kalangan non muslim. Menurut hemat kami, kitab-kitab terjemah Al-Quran yang mengartikan “wali” sebagai pemimpin ada baiknya menelaah kembali tafsir-tafsir Al-Quran. Saran kami berhati-hatilah memilih pemimpin baik muslim maupun non muslim. Karena mereka ke depan akan mengatur hajat hidup orang banyak. Kita perlu melihat integritas calon dan track record mereka. Kami juga berharap kepada warga untuk tidak mudah terporovokasi oleh isu-isu SARA menjelang pemilihan. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bisa penjelasan kami ditangkap dengan baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu’alaikum wr. wb sumber :www.nu.or.id

Gambar Mantan Ketua PBNU Masuk dalam Pecahan Rupiah

JAKARTA – Dengan pertimbangan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada pahlawan nasional, pemerintah memandang perlu mencantumkan gambar pahlawan yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sebagai gambar utama pada bagian depan Rupiah kertas dan Rupiah logam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang menarik, dari 11 nama pahlawan nasional yang wajahnya akan dimasukkan ke dalam pecahan rupiah, salah satunya adalah mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Dr. K.H. Idham Chalid. Gambar tokoh kelahiran 27 Agustus 1921 itu akan dipasang pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah). Selain Idham Chalid, gambar Pahlawan Nasional Dr. (HC) Ir. Soekarno dan Dr (HC) Drs. Mohammad Hatta dipasangan sebagai gambar utama pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah); gambar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas pecahan Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah); gambar Dr. G.S.S.J. Ratulangi sebagai gambar pada bagian depan Rupiah pecahan Rp 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah). Kemudian gambar Frans Kaisiepo sebagai gambar pada bagian depan Rupiah pecahan Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar pada pecahan Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah); Tjut Meutiah sebagai gambar pada bagian depan pecahan Rp 1.000,00 (seribu rupiah); I Gusti Ketut Pudja sebagai gambar pecahan Rp 1.000,00 (seribu rupiah). Gambar Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam pecahan Rp 500,00 (lima ratus rupiah); . Dr. Tjiptomangunkusumo sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam pecahan Rp 200,00 (dua ratus rupiah); dan Prof.Dr.Ir. Herman Johanes sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp 100,00 (seratus rupiah). Keputusan ini sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2016 yang telah ditetapkan oleh Presiden pada 5 September 2016. 28 Tahun Berjuang di NU Idham memulai kariernya di NU dengan aktif di GP Ansor. Tahun 1952 ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun yang sama ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai, dan dua tahun kemudian menjadi wakil ketua. Selama masa kampanye Pemilu 1955, Idham memegang peran penting sebagai ketua Lajnah Pemilihan Umum NU. Sepanjang tahun 1952-1955, ia, yang juga duduk dalam Majelis Pertimbangan Politik PBNU, sering mendampingi Rais Am K.H. Abdul Wahab Hasbullah berkeliling ke seluruh cabang NU di Nusantara. Dalam Pemilu 1955, NU berhasil meraih peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Karena perolehan suara yang cukup besar dalam Pemilu 1955, pada pembentukan kabinet tahun berikutnya, Kabinet Ali Sastroamidjojo II, NU mendapat jatah lima menteri, termasuk satu kursi wakil perdana menteri, yang oleh PBNU diserahkan kepada Idham Chalid. Pada Muktamar NU ke-21 di Medan bulan Desember tahun yang sama, Idham terpilih menjadi ketua umum PBNU. Saat dipercaya menjadi orang nomor satu NU ia masih berusia 34 tahun. Jabatan tersebut dijabat hingga tahun 1984 dan menjadikannya orang terlama yang menjadi ketua umum PBNU selama 28 tahun. Kabinet Ali Sastroamijoyo hanya bertahan setahun, berganti dengan Kabinet Djuanda. Namun Idham Chalid tetap bertahan di posisi wakil perdana menteri sampai Dekrit Presiden tahun 1959. Idham kemudian ditarik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, dan setahun kemudian menjadi wakil ketua MPRS. Pertengahan tahun 1966 Orde Lama tumbang dan tampillah Orde Baru. Namun posisi Idham di pemerintahan tidak ikut tumbang. Dalam Kabinet Ampera I, Kabinet Ampera II dan Kabinet Pembangunan I yang dibentuk Soeharto, ia dipercaya menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat. Kemudian, di akhir tahun 1970 dia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial untuk melanjutkan tugas dari mendiang A.M. Tambunan yang telah meninggal dunia pada 12 Desember 1970 sampai dengan terpilihnya pengganti yang tetap sampai akhir masa bakti Kabinet Pembangunan I pada tahun 1973. Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan Idham kembali mengulang sukses dalam Pemilu 1971. Namun setelah itu pemerintah melebur seluruh partai menjadi hanya tiga partai: Golkar, PDI, dan PPP dan NU tergabung di dalam PPP. sumber:http://nu-lampung.or.id

Kitab Kuning dan Keistimewaannya

KITAB kuning bukan merupakan barang yang aneh untuk santri dan para kyai. Keberadaan kitab ini disebut sebagai pembeda kurikulum pendidikan umum dan pesantren. Lalu, apa istimewanya kitab ini? Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berhuruf Arab yang biasa dipakai di lingkugan pondok pesantren. Dinamakan “Kitab Kuning” karena kebanyakan kertas yang dipakai berwarna kuning (atau mugkin juga karena sudah usang). Kitab ini disebut juga dengan “kitab gundul” karena huruf-huruf yang ada di dalamnya kebanyakan tudak memakai harakat (tanda baca), yang biasa disebut gundul. Untuk bisa membacanya dibutuhkan kehalian tersendiri dengan kematangan ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah. Biasanya penggunaan kitab itu dengan cara memberikan makna dalam bahasa setempat, yang ditulis dibawahnya secara miring dengan menggunakan huruf Arab Pegon. Makna yang seperti itu lazim disebut dengan “makna jenggot” karena terbentuknya menggantung seperti jenggot. Jenis kitab kuning yang berkualitas dan berharga mahal dikenal dengan jenis “Beirut” yang merupakan hasil impor dari Libanon. Sedangkan tinta yang biasa dipakai memberi makna adalah tinta Cina yang berbentuk batangan, setelah dihancurkan dan dicampur dengan air dan serat pohon pisang. Ruh Pesantren Keberadaan kitab kuning, khususnya di kalangan kyai atau pondok pesantren di samping sebagai pembeda antara kurikulum pendidikan umum dan pesantren, juga sebagai ruh dalam pesantren, terutama pesantren yang berbasis salaf. Keberadaaannya di hati santri dijadikan sebagai media utama serta rujukan dalam membahas dan menyelesaikan suatu permasalahan. Di pesantren, semua fun ilmu rujukan utamanya adalah kitab kuning sebagai medianya. Kitab kuning dibahas secara rinci dan mengupasnya secara menyeluruh oleh para santri. Baik dari segi ilmu fikih maupun yang lainnya. Semuanya dikembalikan kepada kitab kuning. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kitab kuning adalah “ruh dari pendidikan pesantren”. Kitab kuning merupakan kitab warisan dari para ulama terdahulu. Kitab ini dikarang oleh Imam Madzahib atau yang dikenal dengan sebutan Imam Madzhab, Imam Mujtahid yaitu imam yang melakukan ijtihad untuk mendapatkan kebenaran suatu hukum, juga imam yang lain. Tidak mudah untuk seseorang membaca kitab ini. Untuk bisa membaca atau memahami kitab kuning seorang santri harus memahami juga dan menguasai alat penunjangnya terlebih dahulu. Diantaranya penunjang orang bisa memahami kitab kuning adalah mengerti ilmu Nahwu dan juga Sharaf. Nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan harkat dan huruf ahir kalimat. Diantara contoh kitab Nahwu adalah Kitab Ajurumiyyah, Imrithi Alfiyyah dan lain-lain. Sedangkan Sharaf adalah membahas tentang perubahan harkat dan huruf tengah kalimat, seperti Kitab Amtsilati dll. Selain memahami nahwu dan sharaf, juga seorang yang ingin paham tentang kitab kuning harus menguasai ilmu balaghoh dan mantiq. Namun yang terpenting dari itu semua adalah penguasaan tentang Bahasa Arab. Alasannya jelas kenapa harus Bahasa Arab, karena semua kitab kuning ditulis dengan menggunakan aksara Bahasa Arab. Kitab kuning sebagaimana yang sudah masyhur di Indonesia tentu memiliki berbagai kelebihan, manfaat dan juga keistimewaan. Manfaat mempelajari dan memahami kitab kuning sangat banyak. Dengan memahami kitab kuning atau yang biasa disebut dengan kitab klasik, sedikit banyak akan tahu apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam Alquran dan Alhadist. Sebab, kitab kuning merupakan kitab yang dikarang oleh para ulama dari hasil ijtihad mereka untuk mencari suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam dua pedoman kita, yaitu Alquran dan Alhadis. Selain itu, sebenarnya kitab-kitab klasik tersebut tidak hanya menjelaskan tentang hukum-hukum, melainkan juga membicarakan sejarah tentang kehidupan nabi, perang, para ulama, dan lain sebagainya. Ketika kita bicara sejarah, pikiran kita mundur dan menatap ke masa lampau, kita akan mencontoh prilaku-prilaku orang-orang terdahulu yang berhasil dalam usahanya. Jadi, manfaat kita belajar kitab kuning adalah mengetahui hukum-hukum islam secara mendalam dan juga mengetahui sejarah orang-orang dahulu. Bahkan menurut salah satu ulama kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Rembang, KH.Maimoen Zubair, istilah kitab kuning itu diambil dari kata Arab “ashfar” yang mempunyai arti kosong. “Jadi, kalau seseorang ingin menjadi kiai atau ulama yang alim dalam masalah agama, dia harus bisa membaca kitab dengan kosong, tanpa memakai makna gandul (makna pegon ditulis miring) dan harakat,” katanya. Oleh karenanya untuk mencapai derajat kiai yang alim tentunya seseorang harus belajar dengan tekun untuk memahami Gramatika Arab, seperti Kitab Al Jurumiyah (karya Syaikh Muhammad As Sonhaji), Al Imrithi (karya Syaikh Sarifudin Yahya) dan Alfiyah (karya Syaikh Muhammad Jamaludin bin Malik). Di dalam tiga kitab ini memuat kaidah-kaidah yang dapat mengantarkan kita untuk memahami kitab kuning. Ujungnya, kita akan memahami sumber pokok hukum Islam, Alquran dan Alhadist. Walhasil kitab kuning adalah merupakan suatu kitab yang penuh dengan keistimewaan tersendiri dibanding dengan buku atau yang lainnya. Kitab kuning adalah merupakan ruh bagi suatu pesantren dan merupakan kunci bagi seorang yang ingin memhami agama secara mendalam atau seorang yang ingin mendapatkan derajat kiai yang `alim. Wallahu a`lam. sumber :http://nu-lampung.or.id

Senin, 20 Juni 2016

Cara Memperingati Nuzulul Qur’an

Hello sobat blogger, Apa kabar kalian di pertengahan bulan Ramadhan ini, semoga puasanya berjalan dengan lancar dan semua amalan-amalan shaleh yang kita kerjakan diterima oleh Allah SWT, Amin. Tidak terasa pada hari ini bertepatan dengan hari diturunkannya kitab suci ummat muslim, Al-Qur'an. Malam yang dimana diturunkannya Al-Qur'an pertama kalinya ini jatuh pada tanggal 17 Ramadhan, dan untuk lebih detailsnya lagi kita sering menyebutnya dengan istilah Nuzul Qur'an. Kapan Kitab Suci Al-Quran Diturunkan ? Berapa pendapat banyak mengatakan bahwa Al-Quran yang merupakan kitab suci paling istimewa ini (baca : Keistimewaan Al-Quran) diturunkan pada bulan ramadhan di malam yang paling baik yaitu malam lailatul Qadar. Coba perhatikan potongan surat berikut : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ … البقرة :185“ "Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an …..” (QS. Al-Baqarah : 185) Kemudian dalam surah lain Allah سبحانه وتعلى berfirman : إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيـْلَةِ الْقَدْرِ القدر :1 “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadr:1) Dan dengan demikian telah diketahui bahwa Al-Qur’an diturun-kan pertama kali di malam lailatul qadri pada bulan Ramadhan, dan bulan inilah yang dimaksud dalam firman Allah SWT : إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنـْذِرِينَ الدخان :3 “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada satu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi-kan peringatan” (QS. Ad-Dukhaan : 3) Dari sepenggalan ayat diatas tentunya sobat semua tahu tentang asal muasal Al-Quran diturunkan Allah SWT. Pentingkah Merayakan Malam Nuzul Quran ? Sesungguhnya, islam bukanlah agama yang mementingkan akan perayaan besar atau perayaan-perayaan yang berlebihan yang menyebabkan ummatnya terjerumus akan perayaan tersebut sehingga akhirnya melupakan Allah SWT, Sebagaimana firman Allah SWT : اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنـَكُمْ وَ أَتــْمـَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمـَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنـــًا المائدة : 3 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu “ (QS. Al Maidah : 3) Islam hanya mengenal dua hari raya dalam setahun yaitu Idul Fitri dan Idul Adha tidak lebih dari itu. Dengan demikian memperingati hari pertama kali turunnya Al-Qur’an tidaklah disyariatkan, sebab tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan (peribadatan) yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim) Bagaimana Memperingati Nuzulul Qur’an ? Coba simak firman Allah SWT dibawah ini : إِنَّ الَّذِيْنَ يَتـْلُوْنَ كِتـَابَ اللهِ وَأَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَأَنـْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنـَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيـَةً يَرْجُوْنَ تــِجَارَةً لَنْ تــَبُوْرَ فاطر :29 “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi” (QS. Faathir:29 Bagaimana, jadi sudah jelaskan ? Merayakan Nuzulul Quran yang terbaik dimata Allah SWT dengan selalu berprinsip berada dijalannya, Laksanakanlah perintahnya dan jauhilah segala larangannya. Intinya disini adalah, untuk memperingati malam Nuzulul Quran kita diharuskan untuk memperbanyak membaca kitab Allah SWT (Al-Quran) dan mendirikan Shalat. Insya Allah, Segala dosa yang telah kita perbuat dimaafkan oleh Allah SWT dan Allah SWT senantiasa mengarahkan kita kejalan yang diridhoi-Nya.

Belajar Corel DRAW X4

Belajar Corel DRAW X4 A. LEMBAR GRAFIS CORELDRAW X4 Keterangan : 1.Title Bar:merupakan judul atau petunjuk program dan dokumen grafis yang sedang aktif, yaitu program CorelDraw X4 dan Dokumen Graphic 2.Menu: yaitu barisan perintah yang mendukung operasional CorelDraw, ada 3 menu, yaitu : menu standar, menu pull-down, dan menu cascading. Didalam CorelDraw ada 12 menu standar yang terdiri dari : File, Edit, View, Layout, Arrange, Effects, Bitmaps, Text, Table, Tools, Window, dan Help. 3.Property bar:dari tool yang sedang digunakan, akan berubah-ubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan pada lembar drawing 4.Tool Standar:merupakan tombol shortcut perintah-perintah dari menu pokok. 5.Lembar Drawin:daerah atau halaman yang digunakan untuk melakukan, mengedit, membuat desain grafis CorelDraw. 6.Tool Box:merupakan perintah shortcut yang digunakan untuk membuat, mengubah, mengganti, dan mengedit objek drawing. 7.Navigator:merupakan daerah dimana indicator halaman yang aktif, jumlah halaman, dan dapat digunakan untuk perpindahan dari satu halaman yang lain. 8.Color Palettes:merupakan pilihan-pilihan yang dapat digunakan untuk mewarnai objek. A. MEMINDAHKAN OBJEK Langkah-langkah memindahkan objek : 1. Aktifkan objek yang akan dipindah 2. Klik menu Arrange, pilih Order 3. Pilih To front = untuk memindahkan objek keposisi paling depan (Shift + Pg Up) Forward One = untuk memindahkan objek kedepan satu objek (Ctrl + Pg Up) To Back = untuk memindahkan objek keposisi paling belakang (Shift + Pg Dn) Back one = untuk memindahkan objek kebelakang satu objek (Ctrl + Pg Dn) B. MENGGANDAKAN OBJEK Ada beberapa cara untuk menggandakan objek. Cara klasik yang sering digunakan yaitu menggunakan copy paste. Untuk menggandakan objek dapat dilakukan dengan menggunakan teknik khusus yang dimiliki oleh Duplicate, Clone, dan Transformation. Ketiga cara ini sangat efektif dalam pengerjaan penggandaan objek. Penggunaan teknik yang mana tergantung pada kebutuhan dan keadaan objek hasil copy yang diinginkan, apakah sama besar, lebih besar, lebih kecil, berubah posisi secara teratur, dan sebagainya. 1. Menggandakan dengan copy Langkah-langkah : a. Mengcopy dengan menggukan Toolbar (1) Pilih objek yang akan digandakan. (2) Klik copy dan paste pada toolbar. b. Mengcopy Numpuk dengan menggukan keyboard (1) Pilih objek yang akan digandakan. (2) Tekan tombol ctrl + c dan ctrl + v atau tekan tombol plus (+) pada keyboard. c. Mengcopy Memperbesar dan memperkecil dengan menggukan keyboard (1) Pilih objek yang akan digandakan. (2) Klik salah satu sudut pada objek, tekan Shift, arahkan kedalam(untuk memperkecil) atau keluar(untuk memperbesar) objek lepaskan dengan klik kanan. d. Mengcopy dan Memindahkan Objek (1) Pilih objek yang akan digandakan. (2) Tahan mouse, pindah objek ketempat yang lain lepaskan dengan klik kanan. 2. Duplicate (1) Aktifkan objek yang akan dibuat (2) Klik menu edit. (3) Pilih dan klik Dupilicate 3. Clone (1) Aktifkan objek yang akan Clone (2) Klik menu edit. (3) Pilih dan klik Clone. Perbedaan Duplicate dengan Clone : ü Objek hasil Clone tidak dapat diclone lagi. ü Jika objek asli (induk) dilakukan perubahan maka objek hasil Clone ikut mengalami perubahan. Missal jika objek asli diubah warnanya maka objek hasil objek clone juga mengalami perubahan warna. Namun, hal tersebut tidak berlaku sebaliknya. Artinya, jika objek hasil clone dilakukan perubahan maka objek aslinya tidak mengalami perubahan. ü Jika objek asli dihapus maka objek hasil clone juga ikut terhapus, tetapi tidak berlaku sebaliknya. sumber :http://www.sman15-bdl.sch.id/2015/10/belajar-corel-draw-x4.html

Cara Membuat Email Baru di Google

Cara Membuat Email Baru di Google cara membuat email Mungkin banyak dari kita yang sudah paham dan mungkin sudah lebih dari satu email yang dimilikinya. Namun bagi yang baru saja ingin membuat email atau ada tugas untuk membuat email dari guru disekolah mungkin tulisan saya ini bisa sedikit membantu. Di era sekarang ini hampir semua kebutuhan di internet memerlukan sebuah akun email, bisa dari gmail dan yahoo yang sering digunakan dan gratis tentunya. Email selain untuk berkirim surat elektronik juga diperlukan untuk membuat sebuah akun sosisal media, blog, dan masih banyak lagi tentunya. Sebenarnya cara membuat email itu tidak begitu sulit, paling tidak sampai satu jam untuk membuat satu akun email. Namun biasanya yang agak sulit itu ketika id yang kita inginkan tidak tersedia atau mungkin sudah terpakai orang lain, itu menyebabkan kita bingung mau pakai id apa. Nah, saran dari saya gunakan id yang anda inginkan kemudian tambahi angka 00 atau 123 dibelakang id anda. Kenapa angka 00 atau 123, sebenarnya biar mudah diingat saja, bisa disesuaikan dengan keiinginan anda saja. Langkah Pertama Membuat Email di Gmail Ketikkan di address bar browser anda http://mail.google.com/ Klik Buat Akun / Create Account di pojok kanan atas Kemudian isikan data Anda pada form seperti dibawah ini ( ganti bahasa klik pojok kanan bawah ) cara membuat email Nama – Diisi nama depan dan nama belakang, misal tidak punya nama belakang kosongi saja Pilih Nama Pengguna Anda – Ini adalah id yang akan anda gunakan sebagai alamat anda, jadi usahakan yang mudah diingat dan unik Buat Sandi – Masukkan password yang mudah anda ingat dan usahakan panjang, campuran dari huruf dan angka Konfirmasi Sandi – Ketikkan ulang password yang sudah anda isikan di form Buat Sandi Tanggal Lahir – Diisi tanggal kelahiran anda Gender – Pilih jenis kelamin anda Ponsel – Ketikkan nomor ponsel anda, usahakan yang masih aktif dan bisa dihubungi Alamat Email Anda Saat Ini – Masukkan alamat email anda yang lain jika ada, kalau tidak ada kosongi saja Kemudian ketikkan dua kata pada form terakhir untuk membuktikan bahwa anda bukanlah sebuah robot. Lokasi – Isi sesuai lokasi atau negara anda Centang “Saya Menyetujui Persyaratan Google” Centang “Personalisasi Google” Terakhir klik tombol “ Langkah Berikutnya ” Kemudian akan ada verifikasi nomor hp anda, bisa pilih sms atau pesan suara cara membuat email Lalu masukkan kode yang sudah anda terima dari Gmail untuk melanjutkan ke tahap berikutnya cara membuat email Langkah selanjutnya setelah pengisian data diri anda adalah tahap pemasangan photo, jika belum punya bisa dilewati saja dengan klik “Langkah Berikutnya” cara membuat email Sampai tahap ini poroses pembuatan email sudah selesai, klik "Langkah Selanjutnya" dan anda akan langsung masuk ke akun email anda yang baru Cara Membuat Email Baru dengan Gmail Setelah melakukan semua tahap sampai tahap terakhir tadi, anda akan masuk ke akun Gmail baru anda. Sekarang anda sudah bisa mengirim dan menerima email dengan akun email anda yang baru saja anda buat. Mungkin pihak Google bisa merubah cara membuat email baru sewaktu – waktu, namun saya rasa perubahannya tidak akan jauh beda dari cara diatas. Sumber :http://www.sman15-bdl.sch.id/2015/10/cara-membuat-email-baru-di-google.html

Membuat Menu Ribbon Sendiri Di Access 2007

Membuat Menu Ribbon Sendiri Di Access 2007 Bagi yang sering membuat aplikasi menggunakan visual basic for application dengan microsoft access 2007 pasti ingin membuat tampilan menu programnya lebih terorganisir rapi dan cantik. Membuat Custom Ribbon menu Sendiri merupakan pilihan yang patut dipertimbangkan, Untuk membuatnya inilah step by stepnya 1) Buka Project VBA anda, kemudian buatlah sebuah tabel dengan struktur seperti berikut , kemudian beri nama UsysRibbons 2) Buka Text Editor seperti Notepad, kemudian ketiklah xml berikut dalam notepad tersebut

ETOS KERJA

BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Setiap manusia diwajibkan untuk melakukan usaha dan berperilaku baik. Usaha yang dilakukan haruslah sungguh-sungguh dengan niat ikhlas. Tidak boleh setengah-setengah karena hasilnya tidak akan maksimal. Dalam Islam juga diwajibkan untuk berikhtiar dan tidak hanya pasrah. Allah akan memberikan karunia terhadap setiap usaha yang dikerjakan dan juga disertai dengan doa. Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada muslim yang lemah. Allah swt.menyukai mukmin yang kuat bekerja.”Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi. Dalam zaman yang modern ini, kita dituntut untuk selalu berusaha, tidak hanya rajin, tapi lebih dari itu, asalkan tidak melanggar dan melampaui batas – batas dalam Islam. Untuk itu, disini penulis akan memaparkan mengenai etos kerja secara lebih rinci. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian etos kerja ? 2. Bagaimana pandangan islam tentang etos kerja ? 3. Bagaimana dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang etos kerja ? BAB II PEMBAHASAN A.Pengertian Etos Kerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam suatu golongan secara khusus. Sedangkan kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil. Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral tertentu. Menurut Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u ‘Ulumuddin”, pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.4 Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah “ethikos”, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia, Bila ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya. Bila pengertian etos kerja didefinisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan, respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang kelompok atau masyarakat. Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika, ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak. B. Ayat-ayat Al-Qur’an yang Membahas Tentang Etos Bekerja Dalam Al-qur’an surat Al Qashas ayat 77 Allah SWT berfirman5 : Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al Qashash: 77). C. Kandungan Isi Surat Al Qashash ayat 77 Pada ayat ini Allah SWT menerangkan empat macam nasihat dan petu njuk yang ditujukan kepada Karun oleh kaumnya. Barangsiapa mengamalkan nasihat dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak. 1. Orang yang dianugerahi oleh Allah SWT kekayaan yang berlimpah-limpah, perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk serta nikmat yang banyak, hendaklah ia memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya di dunia dan di akhirat. Sabda Nabi Muhammad SAW: Manfaatkan yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu sebelum tuanmu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu. (H.R. Baihaki dari Ibnu Abbas) 2. Janganlah seseorang itu meninggalkan sama sekali kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman dan pakaian serta kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh Allah SWT, karena baik untuk Tuhan, untuk diri sendiri maupun keluarga, semuanya itu mempunyai hak atas seseorang yang harus dilaksanakan. Sabda Nabi Muhammad SAW : Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok. (H.R. Ibnu Asakir) 3. Seseorang harus berbuat baik sebagaimana Allah SWT berbuat baik kepadanya, membantu orang-orang yang berkeperluan, pembangunan mesjid. madrasah, pembinaan rumah yatim piatu di panti asuhan dengan harta yang dianugerahkan Allah kepadanya dan dengan kewibawaan yang ada padanya, memberikan senyuman yang ramah tamah di dalam perjumpaannya dan lain sebagainya. 4. Janganlah seseorang itu berbuat kerusakan di atas bumi, berbuat jahat kepada sesama makhluk Allah, karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah SWT tidak akan menghormati mereka, bahkan Allah tidak akan memberikan rida dan rahmat-Nya. D. Asbabun Nuzul Surat Al Qashash ayat 77 Tidak semua wahyu Allah terdapat asbabun nuzul. Salah satunya yaitu Surat Al Qashash ayat 77. Dalam tafsir tidak dijelaskan penyebab (asbabun nuzul) ayat tersebut. E. Hal-hal yang Menunjukkan dan Menerapkan Perilaku Beretos Kerja Menurut Surat Al Qashash ayat 77 Berdasarkan uraian di atas maka perilaku prang yang mengamalkannnya antara lain: 1. Giat dalam bekerja dan mencari rezeki. 2. Selalu melakukan pekerjaan dengan niat yang tulus untuk mendapatkan ridha Allah. 3. Yakin dalam hatinya, bahwa kebaikan yang kita lakukan dengan ikhlas akan berbuah manis di akhirat. 4. Menjadikan pekerjaan duniawi sebagai sarana untuk mencapai tujuan ukhrawi. F. Penerapan Surat Al Qashash ayat 77 Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang mengamalkan ayat ini akan senantiasa ikhlas dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Misalnya dalam mencari nafkah, ia tidak akan terbebani dengan pekerjaan yang dilakukannya, karena dalam hatinya ia selalu berharap mendapatkan ridha Allah SWT, dan tidak memikirkan pandangan manusia. G. Makna Mufrodat Surat Al Qashash ayat 77 memperbaiki dan carilah Allah pada apa kepadamu sampai kepadamu dan janganlah Allah kamu mencari/berbuat rumah/kampung kerusakan akhirat di dan jangan muka bumi melupakan sesungguhnya bahagianmu Allah dari tidak dunia menyukai dan (kamu) berbuat baiklah orang-orang yang membuat kerusakan sebagaimana H. Ayat Munasabah Dalam Al-qur’an surat Al Insyirah ayat 7-8 Allah SWT berfirman : Artinya : 7. Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586], 8. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. I.Asbabun Nuzul Surat Al-Insyirah Nabi muhammad SAW sangat sedih karena kematian salah satu putranya. Kaum Quraisy memanfaatkan kesempatan ini dengan memperolok Nabi Muhammad SAW. " Putuslah keturunan Muhammad" kata kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini membuat Nabi Muhammad bertambah sedih. Para sahabat mulai risau dengan keadaan Nabi Muhammad SAW yg semakin hari semakin sedih dan punggungnya mulai membungkuk seolah olah ada beban yg memberati punggunya. Kemudian Allah menurunkan surat Al-Insyirah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penghibur hati Nabi Muhammad SAW yang sedang sedih oleh kematian putranya tersebut. Di dalam surah Al-Insyirah Allah telah menghibur nabi. J. Kandungan Surat Al-Insyirah ayat 7-8 7. Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'. 8. Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri. K. Hadits-hadits yang bersangkutan dengan Etos Kerja عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : اَللّٰهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالجُبْنِ وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ. (رواه مسلم) Dari Anas ra. Ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah, malas, dan penakut. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, ujian hidup dan ujian mati. (HR. Muslim) a.Penjelasan Hadits Hadist diatas berisi tentang doa agar kita semua dijauhkan dari sifat lemah, malas dan penakut serta doa minta dijauhkan dari siksa kubur dan ujian di dunia maupun di akhirat. Dan sebagai konsekuensinya maka kita harus berusaha sekeras mungkin untuk menghilangkan sifat-sifat buruk kita dan melakukan kegiatan yang positif. Sifat lemah disini adalah meliputi lemah fisik dan mental. Jika fisik lemah maka tidak dapat berusaha secara maksimal dan optimal. Sementara lemah mental bisa menyebabkan seseorang tidak dapat berfikir dengan baik dan akan menyebabkan kebodohan. Sifat malas disini meliputi malas beribadah, malas bekerja, malas bebelajar sebagai peajar, maka kepada Allah SWT kita memohon agar dihindarkan dari sifat itu. Sifat takut mengandung maksud takut dalam mengerjakan kebaikan. Atau takut bukan pada tempatnya, seperti takut pada selain Allah, yaitu kepada syaitan, tempat-tempat angker, benda-benda keramat dan lain-lain. Maka dari itu kita hanya boleh takut kepada Allah SWT akan adzab-Nya. Sementara untuk siksa kubur adalah memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari adzab kubur. Maka dengan itu kita harus selalu melakukan amal shaleh dan berdoa kepada-Nya. Adapun untuk ujian hidup dan mati adalah dengan memohon perlindungan Allah dari fitnak ketika masih hidup dan fitnah ketika sudah meninggal. Ujian bagi manusia dari Allah yang berupa ujian kebaikan, seperti harta, jabatan, anak dan kesehatan. Sedangkan ujian yang sedikit kearah kurang baik, seperti kecelakaan, kematian, kelaparan dan sakit. Maka dengan itu seseorang akan dinyatakan lolos dari ujian jikalah ia mau bersyukur saat ia menerima ujian kebaikan. bersabar dan bertawakal jikalah ia tertimapa ujian yang kurang baik. b.Menerapkan Perilaku Etos Kerja Berdasarkan Hadits diatas Sifat lemas, malas dan penakut adalah sifat-sifat negatif yang berada dalam diri manusia. Karena itulah kita harus membuang jauh-jauh sifat-sifat tersebut dari diri kita dengan cara giat bekerja. Dengan giat bekerja maka kitan akan meraih kesuksesan dan kesuksesan itu tidak luput dari rajin beribadah, bersyukur, sabar dan tawakal sebagai kekuatan dalam menghadapi cobaan hidup agar terhidar dari siksa kubur maupun siksa neraka. M. Hadits Lain yang Membahas Tentang Etos Kerja عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِأَخِرَتِهِ وَتَرَكَ أَخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَا جَمِيْعًا فَإِنَّ الدُّنْيَا بَلاَغٌ إِلَآ الْأَخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا كَلاًّ عَلَى النَّاسِ (رَوَاه ابن عساكر( Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda, “Tidak baik orang yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali-kali menjadi beban orang lain.” (HR. Ibnu `Asakir). b.Penjelasan Hadits Sebagian orang ada yang mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia, oleh karena itu dia akan terus berdzikir dan beribadah kepada allah dan melalaikan kehidupan dunia. Cara hidup seperti bukanlah cara hidup yang baik menurut rasulullah Ada pula orang yang lebih mengutamakan kehidupan di dunia dari pada kehidupan di akhirat, oleh karena itu dia akan terus bekerja untuk mengejar dunia, sehingga ia lupa akan allah. Cara hidup seperti ini juga bukanlah cara hidup yang baik menurut rasullah Kehidupaan yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa hidup di dunia akan ada akhirnya, dan bekal hidup di akhirat hanyalah amal shaleh yang kita lakukan selama hidup didunia. Sebagai umat islam kita dilarang untuk menjadi beban orang lain, maka dari itu kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari dengan kemampuan kita sendiri. BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan, respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang kelompok atau masyarakat. Islam sangatlah menganjurkan hamba-Nya untuk bekerja keras dalam peekerjaan. Dan Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Banyak sekali ayat-ayat didalam al-qur’an yang membahas tentang etos kerja salah satunya adalah Surat Al Qashash ayat 77 yang menganjurkan setiap orang mukmin untuk giat dalam bekerja. DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemah Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997 Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. Bandung. Pustaka Nusantara Publishing, 2003. Muhammad Al-Ghazali, Ihya-u ‘Ulumuddin Syukur, Aisyah, dkk, Al Qur’an Hadis, Gresik : CV Gani dan Son, 2004 Sumber lain http://www.clerobo.com/2015/09/penjelasan-tentang-etos-kerja-dalam-qs.html http://abuenadlir.blogspot.co.id/2015/03/surat-al-insyirah-kelapangan-dada.html

Sabtu, 28 Mei 2016

sikap seorang Mukmin dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan

“Marhaban ya Ramadhan Marhaban fi syahril mubarok wa syahril maghfiroh. Barakallau lana walakum daaiman bijami’i khoir. Wal’awfu minkum” Alhamdulillahirabbil alamin, Shalawat serta salam tercurah ke haribaan jungjunan kita Nabi Besar Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Sahabat Mutiara, Sungguh, tanpa terasa bulan Ramadhan sudah tiba, bulan penuh rahmat dan maghfirah Allah SWT akan kita arungi bersama. Dalam bulan ini kita akan melaksanakan puasa selama satu bulan penuh. Sebagai bekal diri kita dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Karena dalam bulan inilah, jiwa dan raga kita semua benar-benar ditempa oleh tempaan2 yang luar biasa, oleh ujian2 yang maha dahsyat, yang tentunya akan dapat memberikan diri kita berbagai macam keuntungan. Baik dari segi ruhani maupun dari segi jasmani. Sudah banyak diketahui oleh kita bersama bahwa banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari ibadah yang satu ini. Salah satu diantaranya adalah dapat membuat kita menjadi seorang yang kuat menghadapi cobaan, tegar dalam mengarungi rintangan dan sabar dalam menerima tekanan. Tekanan dalam memperturutkan hawa nafsu kita yang selama hampir satu tahun penuh dibiarkan merajalela. InsyaAllah dengan adanya puasa ini Allah dapat menjadikan kita termasuk ke dalam golongan ”orang-orang sabar”, orang yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Mari kita sambut bulan Ramadhan dengan senyuman dan hati yang bersih.. Saatnya mengosongkan hati untuk diisi dengan kebaikan. Terimakasih ya Allah, telah memberi hamba kesempatan untuk menikmati Ramadhan tahun ini Sahabat Mutiara, ada beberapa sikap seorang Mukmin dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan ini, diantaranya adalah : 1.“Alfarhu” Hatinya merasa gembira, dan bersuka cita dengan kedatangan bulan Ramadhan ini, karena dipanggil Allah Subhanahu wata’ala untuk melaksanakan shaum, karena dirinya meengetahui sepenuhnya bahwa dengan puasa ini Allah akan mengangkat derajatnya menjadi hambaNya yg bertaqwa, sesuai dengan firmannya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah 183) 2. “Attazzikiyah” Berusaha untuk membersihkan hati agar hatinya terbebas dari penyakit-penyakit hati yang menyebabkan dirinya sulit untuk mengakses “nur” rahasia hikmah yang tersembunyi di balik bulan Ramadhan dengan selalu memperbanyak bacaan istigfar, mohon ampunan kepada Allah dan tidak lupa dengan melipatgandakan sedekah kepada kaum fakir. 3.“Al ilmu” Selalu belajar dan terus belajar untuk mencari ilmu yang sebanyak-banyaknya terutama dalam mepelajari tujuan, hikmah, keutamaan, amal-amal utama dan hal-hal yang dapat mengurangi bahkan merusak nilai ibadah puasanya. 4. “Al-Maghfirah” Memohon ampunan dari Allah, dan meminta maaf kepada orangtua, suaminya atau istri tercintanya, tidak lupa juga kepada kerabat, saudara, handai taulan dan para tetangga serta sahabat-sahabat. Agar dimaafkan dari segala kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Semoga saya dan sahabat-sahabatku tercinta bisa dimudahkan oleh Allah SWT untuk selalu istiqomah dan mudawamah dalam melaksanakan perintah-perintahNya, terutama perintah ibadah puasa.

Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN MENDATANGI MAJELIS ILMU

Hukum Menuntut Ilmu Syar’i Råsulullåh bersabda: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ “Menuntut ilmu itu WAJIB atas setiap Muslim.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum; sumber) Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua: Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang (tauhid), shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib. Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya. Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun. [Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr; sumber] Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN MENDATANGI MAJELIS ILMU 1. Pahala besar bagi mereka yang mendatangi masjid untuk menuntut ilmu Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: من غدا إلى مسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه ، كان له كأجر حاج ، تاما حجته Barangsiapa yang pergi ke masjid, tidaklah diinginkannya (untuk pergi ke masjid) kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan. Maka baginya pahala seperti orang yang melakukan haji dengan sempurna. (Dikatakan syekh al Albaaniy dalam shahiih at targhiib: “Hasan Shahiih”) 2. Dimudahkan jalan menuju surga Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda: مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid); sumber) Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga. “Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna: Pertama, Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama. Kedua, Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i. “Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam. (sumber) 3. Diampuni dosanya oleh Allah Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: مَا جَلَسَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالىَ فَيَقُوْمُوْنَ حَتَّى يُقَالُ لَهُمْ: قُوْمُوْا قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَبُـدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ “Tidaklah duduk suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam duduknya hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh malaikat) kepada mereka: Berdirilah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan keburukan-keburukan kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan.” (Tsabit; HR. ath-Thabrani; terdapat dalam Shahiihul Jami’) 4. Diampuni Allaah, serta diijabahkan doa-doa orang-orang yang ada dalam majelis tersebut dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala memiliki para malaikat khusus yang senantiasa berkeliling mencari di mana adanya majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukan sebuah majelis yang padanya terdapat dzikir maka mereka pun duduk bersama orang-orang itu dan meliputi mereka satu sama lain dengan sayap-sayapnya sampai-sampai mereka memenuhi jarak antara orang-orang itu dengan langit terendah, kemudian apabila orang-orang itu telah bubar maka mereka pun naik menuju ke atas langit.” Nabi berkata, قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ “Maka Allah ‘azza wa jalla pun bertanya kepada mereka padahal Dia adalah yang Maha Mengetahui keadaan mereka, ‘Dari mana kalian datang?’. فَيَقُولُونَ جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu yang ada di bumi. Mereka mensucikan-Mu (bertasbih), mengagungkan-Mu (bertakbir), mengucapkan tahlil, dan memuji-Mu (bertahmid), serta meminta (berdo’a) kepada-Mu.’ قَالَ وَمَاذَا يَسْأَلُونِي Lalu Allah bertanya, ‘Apa yang mereka minta kepada-Ku?’. قَالُوا يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ Para malaikat itu menjawab, ‘Mereka meminta kepada-Mu surga-Mu.’ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي Allah bertanya, ‘Apakah mereka telah melihat surga-Ku?’. قَالُوا لَا أَيْ رَبِّ Mereka menjawab, ‘Belum wahai Rabbku.’ قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimana lagi jika mereka benar-benar telah melihat surga-Ku?’. قَالُوا وَيَسْتَجِيرُونَكَ Para malaikat itu berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’ قَالَ وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي Allah bertanya, ‘Dari apakah mereka meminta perlindungan-Ku?’. قَالُوا مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ Mereka menjawab, ‘Mereka berlindung dari neraka-Mu, wahai Rabbku’. قَالَ وَهَلْ رَأَوْا نَارِي Maka Allah bertanya, ‘Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?’. قَالُوا لَا Mereka menjawab, ‘Belum, wahai Rabbku.’ قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي Lalu Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimanakah lagi jika mereka telah melihat neraka-Ku.’ قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ Mereka mengatakan, ‘Mereka meminta ampunan kepada-Mu.’ قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا Maka Allah mengatakan, ‘Sungguh Aku telah mengampuni mereka. Dan Aku telah berikan apa yang mereka minta dan Aku lindungi mereka dari apa yang mereka minta untuk berlindung darinya.’.” قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ Nabi bersabda, “Para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di antara mereka ada si fulan, seorang hamba yang telah banyak melakukan dosa, sesungguhnya dia hanya lewat kemudian duduk bersama mereka.’.” قَالَ فَيَقُولُ وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ Nabi mengatakan, “Maka Allah berfirman, ‘Dan kepadanya juga Aku akan ampuni. Orang-orang itu adalah sebuah kaum yang teman duduk mereka tidak akan binasa.’.” [HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar, hadits no. 2689, lihat Syarh Muslim [8/284-285] cetakan Dar Ibn al-Haitsam); sumber: http://abumushlih.com/keutamaan-majelis-dzikir.html/%5D 5. Diridhai oleh malaikat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ “Sunnguh Para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid); Sumber: sumber] 6. Dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi hinga ikan yang ada didasar laut Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. [idem] 7. Dengan menuntut ilmu, kita bisa meraih keutamaan seorang alim Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. [idem] 8. Ilmu merupakan warisan dari nabi, para penuntut ilmu adalah pencari warisan nabi. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.

MENUNTUT ILMU JALAN MENUJU SURGA

MENUNTUT ILMU JALAN MENUJU SURGA Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.[Ali ‘Imran: 102] يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa’: 1] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71] Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka. Amma ba’du: Kepada saudara-saudaraku seiman dan se’aqidah… Selayaknyalah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yag Allah karuniakan kepada kita yang semua itu wajib untuk kita syukuri. Nikmat yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyaki, tidak dapat dan tidak akan dapat kita hitung. Maka kewajiban seorang Muslim dan Muslimah adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Di antaranya adalah nikmat Islam, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat rizki, dan lainnya yang Allah berikan kepada kita. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah wajib hukumnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ “Seandainya kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim : 34] Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa manusia sangat zhalim dan sangat kufur karena mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i. Manusia diberikan dua kenikmatan, namun banyak di antara mereka yang tertipu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[1] Banyak di antara manusia yang tidak mengguna-kan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga dapat menambah amal kebaikannya. Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji dari kitab-kitab para ulama Salaf, Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) dan kontinyu hingga kita diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan mentauhidkan Allah dan melaksanakan Sunnah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk selalu menuntut ilmu syar’i, diberikan kenikmatan atasnya, dan diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28] Yang dimaksud dengan al-hudaa (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh ummat-nya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya. [2] Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. 1. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ. “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3] Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua: Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib. Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya. Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.[4] 2. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَـمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” [5] Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga. “Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna: Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama. Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i. “Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.• Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ وَإِنَّ الْـمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِـمِ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ حَتَّى الْـحِيْتَانُ فِى الْـمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِـمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ لَـمْ يَرِثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. “Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6] Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka. Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan, وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Mengetahui.” [Al-Ahzaab: 33-34] Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga. Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk. 3. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْـجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا رِيَاضُ الْـجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ. “Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7] ‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8] Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya. Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan buku “Panduan Menuntut Ilmu”. Di antara yang penulis jelaskan di dalamnya adalah keutamaan menuntut ilmu, kiat-kiat dalam meraih ilmu syar’i, penghalang-penghalang dalam memperoleh ilmu, adab-adab dalam menuntut ilmu, hal-hal yang harus dijauhkan oleh para penuntut ilmu, perjalanan ulama dalam menuntut ilmu, dan yang lainnya. Penulis jelaskan masalah menuntut ilmu karena masalah ini sangatlah penting. Sebab, seseorang dapat memperoleh petunjuk, dapat memahami dan mengamalkan Islam dengan benar apabila ia belajar dari guru, kitab, dan cara yang benar. Sebaliknya, jika seseorang tidak mau belajar, atau ia belajar dari guru yang tidak mengikuti Sunnah, atau melalui cara belajar dan kitab yang dibacakan tidak benar, maka ia akan menyimpang dari jalan yang benar. Para ulama terdahulu telah menulis kitab-kitab panduan dalam menuntut ilmu, seperti Imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, Imam Ibnu Jama’ah dengan kitabnya Tadzkiratus Samii’, begitu pula al-Khatib al-Baghdadi yang telah menulis banyak sekali kitab tentang berbagai macam disiplin ilmu, bahkan pada setiap disiplin ilmu hadits beliau tulis dalam kitab tersendiri. Juga ulama selainnya seperti Imam Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (dalam Majmuu’ Fataawaa-nya dan kitab-kitab lainnya), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (dalam kitabnya Miftaah Daaris Sa’aadah dan kitab-kitab lainnya), dan masih banyak lagi para ulama lainnya hingga zaman sekarang ini, seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh al-Albani, dan Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumullaah. Dalam buku ini, penulis berusaha menyusunnya dari berbagai kitab para ulama terdahulu hingga sekarang dengan harapan buku ini menjadi panduan agar memudahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, memberikan semangat dalam menuntut ilmu, beradab dan berakhlak serta berperangai mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian, serta bagi kaum Muslimin. Mudah-mudahan amal ini diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan menjadi timbangan amal kebaikan penulis pada hari Kiamat. Dan mudah-mudahan dengan kita menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya, Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan jalan kita untuk memasuki Surga-Nya. Aamiin. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para Shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari Kiamat. [Disalin dari Muqaddimah buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M] ________ Footnotes [1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6412), at-Tirmidzi (no. 2304), Ibnu Majah (no. 4170), Ahmad (I/258,344), ad-Darimi (II/297), al-Hakim (IV/306), dan selainnya dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma. [2]. Lihat kitab Taisiir Karimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H) rahimahullaah, cet. Muassasah ar-Risalah, th. 1417 H. [3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum [4]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr. [5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh ini milik Muslim. • Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah (hal. 316-317). [6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu. [7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Lihat takhrij lengkapnya dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562). [8]. Disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40). Lihat kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 132). Majelis Ilmu Taman Surga Keutamaan Majelis Ilmu Dalam Islam Taman Taman Surga Pahala Menghadiri Majelis Ilmu Hadits Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga 27 Desember 2007 editor Al-Ilmu Leave a Comment ← Fatwa-Fatwa Seputar Berhari Raya Dengan Pemerintah Pengertian Ilmu Syar’i → Category Archives

perawatan jenazah

Fiqh Sholat

Kamis, 19 Mei 2016

POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA

POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA


A. PENDAHULUAN

Sebelum Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat manusia. Para Ahli Ilmu Perbandingan Agama membagi agama secara garis besar kedalam dua bagian

  1. Kelompok agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana termaktub dalam kitab suci Alquran dan agama ini biasanya disebut dengan agama samawi (agama langit) karena berasal dari atas langit. Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Yahudi, Nasrani dan Islam.
  2. Kelompok agama yang didasarkan pada hasil renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya dan agama ini biasanya disebut dengan agama ardli (agama bumi) karena berasal dari bumi. Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Hindu, Budha, Majusi, Kong Hucu dan lain sebagainya.

Agama-agama tersebut hingga saat ini masih dianut oleh umat manusia didunia dan disampaikan secara turun temurun oleh penganutnya. Didalam mengkaji agama islam biasanya sering dihadapkan dengan agama-agama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui posisi islam diantara agama-agama tersebut.

B. PEMBAHASAN

Islam adalah agama yang terakhir diantara sekalian agama besar di dunia yang semuanya merupakan kekuatan raksasa yang menggerakan revolusi dunia dan mengubah nasib sekalian bangsa , agama yang melingkupi segala-galanya dan mencakup sekalian agama yang datang sebelumnya.

Posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya:

  1. Islam menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa sekalian agama besar didunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh allah, beriman kepada para nabi dan kitab suci dari semua bangsa dan agama islam mencakup segala agama didunia dengan kitab sucinya alquran yang merupakan gabungan dari semua kitab suci didunia ( kitab taurat, zabur dan injil yang murni )
Di dalam Alquran dijumpai ayat-ayat yang menyuruh umat islam mengakui agama-agama yang diturunkan sebelumnya sebagai bagian dari rukun iman, misalnya suruh albaqarah ayat 4
والذين يؤمنون بما أنزل اليك وما أنزل من قبلك
    “ Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau “

  1. Islam adalah agama yang terakhir dan merupakan pernyataan kehendak ilahi yang sempurna.
    Di dalam Alquran disebutkan

اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاسﻻم دينا
“ Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku meridhoi islam sebagai agamamu


  1. Agama islam memiliki tugas yang besar yaitu:
  1. Mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian agama di dunia
  2. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada sebelumnya
  3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para penganut agama sebelumnya yang kemudian dimasukan kedalam agamanya itu
  4. Mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tidak pernah diajarkan
  5. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
  1. Dengan datangnya islam, agama memperoleh arti yang baru dan didalamnya terdapat unsur pembaruan. Dalam hal ini paling kurang ada 2 hal:
  1. Agama islam harus diperlakukan sebagai sebuah ilmu, dimantapkan dengan menyajikan ajaran agama sebagai landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat kehidupan yang lebih tinggi lagi.
  2. Ruang lingkup agama islam mencakup kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

  1. Posisisi agama islam terhadap agama-agama lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimiliki ajaran islam, yaitu akomodatif dan persuasif.
Islam berupaya mengakomodir ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberikan makna dan semangat baru didalamnya. Sebelum islam datang dijumpai adanya kebiasaan masyarakat jahiliyah melakukan kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk memperoleh keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan tujuan kurban diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan-Nya , sedangkan daging kurbannya diberikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang kurang mampu.
Upaya yang dilakukan dengan cara persuasif misalnya islam melihat adanya hal-hal yang tidak disetujui dan harus dihilangkan, namun dari segi yang lain Islam mengupayakan agar proses menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak menimbulkan gejolak sosial yang merugikan. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sambil menjelaskan makna larangan tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual mereka, hingga akhirnya perbuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh masyarakat. Hal yang demikian misalnya terlihat pada larangan meminum minuman keras. Dalam proses pelarangan itu, Islam menempuh cara-cara yang persuasif. Dimulai dengan membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan pengaruh positif dan negatifnya pada saat mereka bertanya. Setelah itu minuman keras tersebut dilarang pada saat-saat tertentu saja, yaitu pada saat akan melakukan sholat, hingga kemudian dilarang pada kapan saja.
  1. Hubungan islam dengan agama-agama lain dapat dilihat pada ajaran moral yang ada didalamnya dan konsep gender yang terdapat pada masing-masing agama.
  1. Dalam agama Hindu terdapat ajaran yang menganggap bahwa keinginan terhadap kesenangan merupakan hal yang bersifat alamiyah sesuai dengan kodrat manusia. Akan tetapi terdapat ajaran untuk mengendalikan hawa nafsu terhadap kenikmatan tersebut.
Dalam agama Hindu, wanita diibaratkan sebagai tanah dan laki-laki diibaratkan sebagai benih. Hasil terjadinya jasad badaniyah yang hidup terjadi karena melalui hubungan antara tanah dan benih. Potensi wanita dipandang kreatif dan penuh kebaikan hanya apabila potensi itu terjadi secara harmonis dengan pria.
  1. Dalam agama Budha terdapat ajaran tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa nafsu yang berakibat pada terjadinya tindakan kejahatan dan terdapat pula sejumlah ajaran etis tentang larangan membunuh, larangan mencuri, berdusta dan lain sebagainya.
Agama Budha menyatakan bahwa seorang istri berkedudukan dan berperan cukup besar dalam menyukseskan suaminya. Suami istri memiliki kewajiban dan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Seorang istri yang patut dipuji dalam suatu keluarga yaitu istri yang keibuan, istri yang seperti saudara, istri yang seperti sahabat dan istri yang seperti pegawai.
  1. Dalam agama Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat Sepuluh perintah Tuhan yang meliputi : pengakuan terhadap Tuhan Tang Maha Esa; Larangan menyekutukan Tuhan dengan apa saja dan dimana saja; Larangan menyebut nama Tuhan dengan kata-kata yang dapat menyia-nyiakan-Nya; Memuliakan hari Sabtu; Menghormati ayah dan ibu; Larangan membunuh sesama manusia; Larangan berbuat zina; Larangan mencuri; Larangan menjadi saksi palsu; Menahan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi miliknya.
  1. Dalam agama Kristen terdapat ajaran tentang perintah berbuat baik antara sesama manusia, saling mencintai sesama manusia, bersifat pemurah dalam setiap hal yang menyangkut kebaikan, menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya.
Dalam agama Kristen, Yesus tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Ia menghargai wanita sebagai pribadi yang utuh. Yesus berbicara langsung dengan wanita, menyembuhkan wanita yang sakit dan memanggil wanita untuk mengikutinya.
  1. Dalam agama Islam terdapat ajaran tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan yang diikuti oleh keharusan melakukan perbuatan yang baik bagi kemanusiaan. Islam mengingatkan umatnya agar jangan mengikuti hawa nafsu karena mengikuti hawa nafsu akan menjerumuskan pelakunya kedalam kehidupan yang menyengsarakan.
Dalam ajaran Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat ajaran menghormati hari sabtu. Ajaran ini tidak dianggap relevan lagi dalam ajaran Islam. Semua hari dalam ajaran Islam memiliki kedudukan dan makna yang sama, tergantung kepada orang yang memanfaatkannya.
    Dalam agama islam wanita diumpamakan seperti tanah ladang tempat bercocok tanam sebagaimana disebut dalam Alquran surah Al-baqarah ayat 223 yang artinya : “ Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tersebut bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Rasulullah menyebutkan kriteria seorang istri sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadits yang artinya : “ Tidak ada sesuatu yang diambil faedahnya oleh orang muslim setelah takwakepada Allah yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah yang jika seorang suami memerintahnya, ia mematuhinya; jika suami memandangnya, maka ia menyenangkannya; jika suami menggilirnya, maka ia mematuhinya; dan jika suami pergi darinya, maka ia memelihara diri dan harta (suami)nya ”.
Dari penjelasan-penjelasan ini terlihat dengan jelas bahwa posisi ajaran islam diantara agama-agama lain selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan sambil memberikan makna baru dan tambahan-tambahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, diutuslah Rasulullah shollallahu alahi wa sallam untuk menyempurnakan ajaran-ajaran para Nabi dan Rasul terdahulu dan memerintahkan manusia untuk mengimani apa yang diwahyukan kepada beliau berupa Alquran dan Assunnah.

    C. PENUTUP

Posisi Islam diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, obyektif dan proporsional. Dengan sifatnya yang adil, ajaran Islam mengakui peran yang dimainkan agama-agama yang pernah ada didunia. Dengan sifatnya yang obyektif, Islam memperbaiki dan meluruskan ajaran-ajaran agama yang salah dan tersesat. Dengan bersifat proporsional, Islam memberikan perhatian terhadap ajaran agama yang tidak seimbang. Islam adalah agama yang terbuka, mau berkompromi dan berdialog dengan agama lain. Dengan sifatnya yang demikian ini, Islam telah tampil sebagai penyempurna, korektor, pembenar dan sekaligus sebagai pembaru.
Setiap ajaran agama-agama tersebut memiliki perbedaan yang berkaitan dengan keyakinan (teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan. Terhadap hal ini masing-masing agama dianjurkan untuk saling menghargai dan menghormati.
Islam adalah agama perdamaian, jauh dari sikap bermusuhan dan bukan agama kaum teroris. Terjadinya pertentangan antara satu agama dengan agama lain sebagaimana terlihat dalam sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena faktor-faktor lain yang mengatasnamakan agama. Hal seperti ini harus segera dicegah dan dikembalikan kedalam situasi yang merperlihatkan keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada didunia.