Kamis, 29 September 2016

Kitab Kuning dan Keistimewaannya

KITAB kuning bukan merupakan barang yang aneh untuk santri dan para kyai. Keberadaan kitab ini disebut sebagai pembeda kurikulum pendidikan umum dan pesantren. Lalu, apa istimewanya kitab ini? Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berhuruf Arab yang biasa dipakai di lingkugan pondok pesantren. Dinamakan “Kitab Kuning” karena kebanyakan kertas yang dipakai berwarna kuning (atau mugkin juga karena sudah usang). Kitab ini disebut juga dengan “kitab gundul” karena huruf-huruf yang ada di dalamnya kebanyakan tudak memakai harakat (tanda baca), yang biasa disebut gundul. Untuk bisa membacanya dibutuhkan kehalian tersendiri dengan kematangan ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah. Biasanya penggunaan kitab itu dengan cara memberikan makna dalam bahasa setempat, yang ditulis dibawahnya secara miring dengan menggunakan huruf Arab Pegon. Makna yang seperti itu lazim disebut dengan “makna jenggot” karena terbentuknya menggantung seperti jenggot. Jenis kitab kuning yang berkualitas dan berharga mahal dikenal dengan jenis “Beirut” yang merupakan hasil impor dari Libanon. Sedangkan tinta yang biasa dipakai memberi makna adalah tinta Cina yang berbentuk batangan, setelah dihancurkan dan dicampur dengan air dan serat pohon pisang. Ruh Pesantren Keberadaan kitab kuning, khususnya di kalangan kyai atau pondok pesantren di samping sebagai pembeda antara kurikulum pendidikan umum dan pesantren, juga sebagai ruh dalam pesantren, terutama pesantren yang berbasis salaf. Keberadaaannya di hati santri dijadikan sebagai media utama serta rujukan dalam membahas dan menyelesaikan suatu permasalahan. Di pesantren, semua fun ilmu rujukan utamanya adalah kitab kuning sebagai medianya. Kitab kuning dibahas secara rinci dan mengupasnya secara menyeluruh oleh para santri. Baik dari segi ilmu fikih maupun yang lainnya. Semuanya dikembalikan kepada kitab kuning. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kitab kuning adalah “ruh dari pendidikan pesantren”. Kitab kuning merupakan kitab warisan dari para ulama terdahulu. Kitab ini dikarang oleh Imam Madzahib atau yang dikenal dengan sebutan Imam Madzhab, Imam Mujtahid yaitu imam yang melakukan ijtihad untuk mendapatkan kebenaran suatu hukum, juga imam yang lain. Tidak mudah untuk seseorang membaca kitab ini. Untuk bisa membaca atau memahami kitab kuning seorang santri harus memahami juga dan menguasai alat penunjangnya terlebih dahulu. Diantaranya penunjang orang bisa memahami kitab kuning adalah mengerti ilmu Nahwu dan juga Sharaf. Nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan harkat dan huruf ahir kalimat. Diantara contoh kitab Nahwu adalah Kitab Ajurumiyyah, Imrithi Alfiyyah dan lain-lain. Sedangkan Sharaf adalah membahas tentang perubahan harkat dan huruf tengah kalimat, seperti Kitab Amtsilati dll. Selain memahami nahwu dan sharaf, juga seorang yang ingin paham tentang kitab kuning harus menguasai ilmu balaghoh dan mantiq. Namun yang terpenting dari itu semua adalah penguasaan tentang Bahasa Arab. Alasannya jelas kenapa harus Bahasa Arab, karena semua kitab kuning ditulis dengan menggunakan aksara Bahasa Arab. Kitab kuning sebagaimana yang sudah masyhur di Indonesia tentu memiliki berbagai kelebihan, manfaat dan juga keistimewaan. Manfaat mempelajari dan memahami kitab kuning sangat banyak. Dengan memahami kitab kuning atau yang biasa disebut dengan kitab klasik, sedikit banyak akan tahu apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam Alquran dan Alhadist. Sebab, kitab kuning merupakan kitab yang dikarang oleh para ulama dari hasil ijtihad mereka untuk mencari suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam dua pedoman kita, yaitu Alquran dan Alhadis. Selain itu, sebenarnya kitab-kitab klasik tersebut tidak hanya menjelaskan tentang hukum-hukum, melainkan juga membicarakan sejarah tentang kehidupan nabi, perang, para ulama, dan lain sebagainya. Ketika kita bicara sejarah, pikiran kita mundur dan menatap ke masa lampau, kita akan mencontoh prilaku-prilaku orang-orang terdahulu yang berhasil dalam usahanya. Jadi, manfaat kita belajar kitab kuning adalah mengetahui hukum-hukum islam secara mendalam dan juga mengetahui sejarah orang-orang dahulu. Bahkan menurut salah satu ulama kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Rembang, KH.Maimoen Zubair, istilah kitab kuning itu diambil dari kata Arab “ashfar” yang mempunyai arti kosong. “Jadi, kalau seseorang ingin menjadi kiai atau ulama yang alim dalam masalah agama, dia harus bisa membaca kitab dengan kosong, tanpa memakai makna gandul (makna pegon ditulis miring) dan harakat,” katanya. Oleh karenanya untuk mencapai derajat kiai yang alim tentunya seseorang harus belajar dengan tekun untuk memahami Gramatika Arab, seperti Kitab Al Jurumiyah (karya Syaikh Muhammad As Sonhaji), Al Imrithi (karya Syaikh Sarifudin Yahya) dan Alfiyah (karya Syaikh Muhammad Jamaludin bin Malik). Di dalam tiga kitab ini memuat kaidah-kaidah yang dapat mengantarkan kita untuk memahami kitab kuning. Ujungnya, kita akan memahami sumber pokok hukum Islam, Alquran dan Alhadist. Walhasil kitab kuning adalah merupakan suatu kitab yang penuh dengan keistimewaan tersendiri dibanding dengan buku atau yang lainnya. Kitab kuning adalah merupakan ruh bagi suatu pesantren dan merupakan kunci bagi seorang yang ingin memhami agama secara mendalam atau seorang yang ingin mendapatkan derajat kiai yang `alim. Wallahu a`lam. sumber :http://nu-lampung.or.id

0 komentar:

Posting Komentar